Surabaya, (UKWMS-8/2/2018), KabarGRESS.com – Sejumlah delapan orang delegasi asal negara Jepang dan Taiwan bertandang ke beberapa laboratorium dan jurusan-jurusan di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) demi belajar ‘membatik’. Rombongan terdiri dari dua orang mahasiswa serta satu dosen asal Osaka Institute of Technology (OIT) Jepang dan lima mahasiswa dari National Taiwan University of Science and Technology (NTUST).
Kedatangan mereka untuk menunaikan kerjasama antara UKWMS dengan NTUST dan OIT dalam melaksanakan sistem pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) selama tujuh hari yang mengangkat tema ‘The Challenge of Preserving Batik as a Local Cultural Heritage in the Midst of Disruptive Digital Era’. Kerjasama yang diinisiasi oleh Fakultas Teknik ini turut melibatkan Fakultas Ilmu Komunikasi, Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Farmasi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Bisnis serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan serta Fakultas Filsafat di UKWMS.
Profesor Masahiro Muraoka yang berasal dari OIT menyatakan bahwa ia merasa sangat senang dapat berkunjung kembali ke UKWMS dalam rangka PBL. “Tahun lalu saya dan mahasiswa belajar banyak tentang durian, dan saya yakin bisa belajar lebih banyak lagi tentang batik Indonesia kali ini,” ujarnya. Bersama Prof. Masa, adalah Nohara Katayama dan Noe Tamaki selaku mahasiswa peserta. Delegasi dari NTUST adalah Liu Jia Hua, Su Chia Sheng, Lee Pei Ju, Wu Xin Ping dan Liao Tzu Yu, rata-rata sedang menjalankan tahun kedua dan ketiga dalam masa perkuliahan mereka.
“Ini merupakan kali kedua PBL diadakan dan jika tahun lalu delegasi-delegasi ini kami ajak untuk ‘mabuk durian,’ kali ini kami ingin mengenalkan betapa indah, mendalam dan bermanfaatnya kesenian batik Indonesia ini,” ujar Erlyn Erawan, Psy.D. selaku Kepala Kantor Urusan Internasional UKWMS. Lebih lanjut, Erlyn menambahkan bahwa UKWMS merasakan keprihatinan karena ‘anak-anak zaman now’ yang lebih banyak menghabiskan waktu menggunakan gawai mereka. Digitalisasi memang perwujudan kemajuan peradaban manusia, namun di sisi lain generasi muda tetap perlu diajak untuk menghargai betapa kaya dan berharganya warisan budaya bangsa ini.
Oleh sebab itu, PBL juga diwujudkan dalam bentuk pemberian seminar singkat mengenai motif-motif batik khas kedaerahan, mulai dari filosofinya, hingga pemaparan tentang resiko kesehatan yang dihadapi oleh para pengrajin batik tulis. Setiap seminar selalu dilanjutkan dengan ajang diskusi untuk mencari solusi bagi setiap permasalahan yang didapati dari proses industri Batik Indonesia.
Pada hari ketiga PBL yakni Kamis, 8 Februari 2018 para tamu bergabung langsung dalam praktikum pemanfaatan pewarna alami dari bahan alam asli Indonesia seperti kayu secang, teh, kopi, daun suji, daun jati, kunyit, daun jambu, sabut kelapa dan bunga telang untuk membuat batik dengan teknik ikat celup di Fakultas Farmasi UKWMS. “Kami ingin memperkenalkan salah satu faktor dalam ‘Batik’ dan proses ‘Membatik’ yaitu pewarna alami dari kekayaan alam Indonesia yang menjadi ciri khas dan kelebihan Batik Indonesia,” ungkap Dr. F.V. Lanny Hartanti, S.Si., M.Si. sebagai pemateri dan instruktur praktikum.
Dalam praktikum bersama ini, seluruh peserta PBL sebanyak 27 orang dari tiga universitas dan tiga negara tersebut belajar mengenai pewarna alami, metode preparasi pembuatannya, serta kelebihan dan kekurangan pewarna alami dibanding perwarna sintetis. Mempraktikkan pewarnaan kaos dengan pewarna alami menggunakan teknik ikat-celup atau tie-dyes, para mahasiswa ini dapat merasakan secara langsung pengalaman menjadi pengrajin batik Indonesia dalam versi sederhana. Tujuan dari praktikum ini adalah memperkenalkan salah satu faktor dalam ‘batik’ dan proses ‘membatik’ yaitu pewarna alami dari kekayaan alam Indonesia yang menjadi ciri khas dan kelebihan Batik Indonesia.
Batik jumputan dibuat dengan melakukan tiga tahapan. Tahapan yang pertama adalah pembersihan materi pabrik pada kaos/ kain dengan cara dicuci dan dikeringkan selama semalam. Kemudian pada tahapan kedua bahan-bahan tanaman yang akan dijadikan bahan pewarna harus dihancurkan terlebih dahulu dan melalui proses ekstraksi dengan direbus dan disaring. Setelah melalui dua tahapan tersebut barulah kaos bisa diberikan warna sesuai dengan motif yang diinginkan.
Lee Pei Ju, seorang peserta PBL dari Taiwan mengatakan “saya tidak menyangka bahwa pewarna alami yang digunakan untuk membuat batik hari ini ternyata juga bisa dipergunakan untuk membuat kosmetika seperti lipstik, blush on dan eye shadow, sungguh menarik dan luar biasa”. Lebih lanjut mahasiswa yang akrab disapa sebagai Lulu ini mengatakan bahwa ia bersyukur bisa belajar membuat batik jumputan serta mengetahui makna di balik motif-motif yang ada pada kain batik Indonesia.
Ia mengatakan bahwa di Taiwan Utara juga ada kebudayaan membuat kain yang disebut Lan Ran, mirip dengan batik jumputan ala Indonesia namun warnanya hanya biru, bukan warna warni seperti Batik Indonesia. Melalui ajang PBL ini, UKWMS berharap tidak hanya dapat berbagi ilmu dan pengalaman dengan rekanan dari Jepang maupun Taiwan, namun juga dengan masyarakat luas. (Red/yov)
More Stories
Mampu Yakinkan Panelis, Mei Diunggulkan Jadi Rektor Unitomo
Wagub Emil, Tokoh-tokoh NU dan Muhammadiyah Hadir di Wisuda STIT Islamiyah KP Paron
FK UKWMS Melantik Dekan Baru