Surabaya, KabarGress.Com – Abdul Syukur, pedagang Pasar Turi diperiksa sebagai saksi pada sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Henry J Gunawan, Rabu (24/01/2018). Dalam sidang tersebut, Abdul Syukur terlihat kebingungan dan tidak menguasai masalah saat dicecar pertanyaan oleh tim pengacara Henry.
Selain terlihat kebingungan, Syukur juga sempat membuat ketua majelis hakim Rochmad geram di persidangan. Pasalnya, Syukur seringkali ngotot saat menjawab pertanyaan yang ditujukan tim pengacara Henry.
Sikap ngotot Syukur berawal saat salah satu kuasa hukum Henry yaitu Agus Dwi Warsono mengajukan sejumlah pertanyaan kepada dirinya. Belum selesai Agus mengutarakan pertanyaannya, Syukur langsung menimpali dengan nada keras dan menolak untuk memberikan jawab.
Hal yang sama juga dialami hakim Rochmad ketika mencoba melontarkan beberapa pertanyaan berapa jumlah pedagang yang sudah menerima stan. Sukur langsung memotong pertanyaan hakim. Pertanyaan ini dilontarkan hakim karena dari ribuan pedagang hanya beberapa yang protes dan melaporkan.
Melihat hal itu, hakim Rochmad lantas menegur Syukur. Namun teguran tersebut ternyata tak dihiraukan Syukur. Merasa tak dihormati selama persidangan, hakim Rochmad lantas geram dan menggebrak meja.
“Anda ini jangan ngotot. Dengarkan dulu pertanyaanya jangan memotong di tengah-tengah pertanyaan. Hormati persidangan ini,” tegas hakim Rochmad kepada Syukur.
Atas ketegasan hakim Rochmad, Syukur langsung meminta maaf. Dirinya mengaku sedang sakit dan kepalanya pusing. “Maaf yang mulia,” kata Syukur kepada hakim Rochmad. Hakim Rochmad pun lantas memerintahkan Agus untuk melanjutkan pertanyaan.
Pertanyaan yang dilontarkan Agus mengacu atas keterangan Syukur dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dimana dirinya mengaku bahwa PT Gala Bumi Perkasa (GBP) tidak pernah melakukan serah terima stand Pasar Turi ke para pedagang.
“Apa saudara saksi juga pernah tahu tentang adanya pengumuman tentang serah terima stand di koran? Ini kan sudah diumumkan,” tanya Agus kepada Syukur.
Atas pertanyaan itu, Syukur mengaku mengetahui adanya pengumuman serah terima stand Pasar Turi ke pedagang yang termuat di salah satu koran tersebut.
“Iya saya tahu. Tapi kenapa saya tidak mau terima stand karena saya harus bayar,” kilah Syukur dengan dana ngotot.
Di tempat yang sama, salah satu kuasa hukum Henry lainnya yaitu Liliek Djaliyah mempertanyakan apakah Syukur mengetahui isi perjanjian dan adendum perjanjian antara PT GBP dengan Pemkot Surabaya terkait Pasar Turi. “Tidak tahu,” kata Syukur.
Bahkan dalam keteranganya, Syukur juga mengaku tidak mengetahui bahwa salah satu poin dalam perjanjian tersebut isinya yaitu Pemkot Surabaya wajib memberikan persetujuan kepada PT GBP untuk mengurus Hak Guna Bangunan (HGB) diatas Hak Pakai Lahan (HPL). “Saya tidak tahu itu,” kata Syukur.
Jawaban Syukur terlihat tidak konsisten saat ditanya darimana dirinya mengetahui bahwa Tri Rismaharini (Risma), Walikota Surabaya telah menolak strata title yang diajukan PT GBP. “Saya tahu dari teman-teman pedagang,” kata Syukur.
Padahal sebelumnya Syukur mengaku dirinya bertemu secara langsung dengan Risma di kantor Pemkot Surabaya. Bahkan menurut Syukur, pada pertemuan yang dihadiri para pedagang itulah dirinya mendengar langsung bahwa Risma telah menolak strata title stand Pasar Turi.
“Di pertemuan itu Bu Risma bilang begitu tidak mungkin mengubah statusnya,” kata Syukur sebelumnya.
Namun saat didesak oleh tim kuasa hukum Henry, Syukur tiba-tiba meralat dan mengaku dirinya mengetahui penolakan strata title tersebut dari teman-temannya sesama pedagang.
“Dari teman-teman pedagang,” kata Syukur saat didesak pertanyaan oleh kuasa hukum Henry.
Liliek lantas menanyakan kepada saksi terkait isi detail perjanjian dan adendum, lagi – lagi Sukur menjawab tidak paham dan tidak tau.
“Jadi anda ini melaporkan orang tapi dasarnya juga tidak tahu isi perjanjianya?,” tambah Liliek dalam persidangan.
Sementara itu Henry J. Gunawan juga mengungkap bahwa dalam pertemuan di Hotel Mercure, ternyata Syukur juga meminta pengelolaan diberikan kepada dua perusahaan Join Operation (JO) lainya selain PT GBP. Padahal status Sukur adalah pedagang sama dengan lainya.
“Anda sekarang bilang tidak tau padahal duduk paling depan waktu itu. Pedagang diundang siapa? Saya sendiri juga diundang di pertemuan itu, ” tambah Henry dalam persidangan.
Usai sidang, Agus Dwi Warsono menegaskan bahwa keterangan Syukur sebagai saksi telah terbantahkan semuanya. “Terkait Ikatan Jual Beli antara Abdul Syukur dan PT GBP, dalam pasal 4 tidak ada biaya pengurusan sertifikat seperti keterangan Abdul Syukur. Yang benar bunyinya adalah biaya pencadangan sertifikat dan biaya pencadangan BPHTB. Jika biaya tidak ditarik dulu, lantas kemudian Pemkot Surabaya memberikan HGB menjadi HPL, terus biaya pengurusannya ikut siapa? Jadi dimana perbuatan melawan hukum yang dilakukan Pak Henry,” kata Agus. (tur)
More Stories
Hari Kesehatan Nasional Ke-60, Pj. Gubernur Adhy Apresiasi Tim Yankes Bergerak Layani 1.067 Masyarakat Pulau Kangean
KPU Jatim dan FJPI Gelar Sosialisasi Pentingnya Pemilih Perempuan Menggunakan Hak Suara
Raperda APBD Jatim 2025 Resmi Disetujui, Pj Gubernur Adhy Pastikan Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Jadi Prioritas