Surabaya, KabarGress.com – Asean Economic Community sebuah era kompetitif di berbagai bidang dan sektor, bahkan lintas sektoral, semua bidang usaha jasa, termasuk di sektor pariwisata. Dalam rangka mendorong pelaku usaha pariwisata mampu tetap survive, Dinas Pariwasata sosialisasi sertifikasi usaha pariwisata.
Sekitar 20 Kabupaten kota baru baru ini merampungkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) di 38 kab/kota di Jawa timur. Penegasan ini disampaikan Kepala bidang Pengembangan Produk Pariwisata (P3), Handoyo saat sosialisasi percepatan sertifikasi usaha pariwisata di gedung graha, kantor Dinas kebudayaan dan pariwisata Jatim, Selasa (23/02/2016).
TDUP, kata Handoyo merupakan syarat wajib bagi para pelaku usaha pariwisata sebelum mendapat sertifikasi kategori hotel sesuai dengan penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Saat ini sudah ada 1200 TDUP dari masing-masing kab/kota di Jatim diantaranya,. Surabaya, Malangraya, Probolinggoi, Banyuwangi, Jember. Sisanya ada 18 kab/kota yang belum. “Tujuan dari mengumpulkan perwakilan SKPD dan para pelaku usaha disini yakni menyampaikan rumusan kualifikasi usaha hotel dan atau penggolongan kelas usaha hotel yang mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan usaha hotel guna mendapat sertifikat usaha hotel,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, pihak disbudpar Jatim juga sudah membuat kuisioner kepada perwakilan SKPD maupun perwakilan pelaku usha hotel dan restauran untuk mengetahui kendala di dalam mengurus standarisasi. Misalkan, tarif LSU terlalu mahal, syarat berbelit, dokumen UKL-UPL juga masih mahal, maka akan dicarikan solusi dari kasus per kasus. Dalam hal ini, “Disbudpar juga mengundang pihak Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) Pariwisata yang lebih detil menerangkan adanya sertifikasi bagi hotel. Standarisasi tidak bisa dilakukan sebelum ber-TDUP. Guna TDUP sendiri adalah akses kerjasama mulai tender kegiatan pemerintah melalui adanya meeting hotel di daerah-daerah lebih mudah diakomodir pemerintah provinsi sammpai dengan kabupaten kota yang sudah menjalankan,” terangnya.
Sementara perwakilan dari LSUP dari Jakarta yang turut hadir dlaam pertemuan rapat kordinasi percepatan sertifikasi usaha, M. Akhyadi menambahkan, adanya advokasi penting diberlakukan untuk meningkatkan daya saing, pelayanan maupun kegiatan pemasaran. Percepatan sertifikasi usaha ini mempunyai persyaratan dasar dari ketentuan perda pemda masing-masing provinsi, kab/kota sampai dengan aturan menteri. Proses ini merupakan pelayanan publik dan diketahui kedinasan di masing-masing daerah kab/kota.
“LSU berkewajiban memberikan layanan sertifikasi jika terjadi/temuan persaingan usaha yang tidak sehat. Persyaratan kelayakan bangunan dan IPAL banyak jadi kendala untuk proses pendirian hotel,” tandasnya.
“Jangka satu bulan adalah waktu tercepat untuk menyelesaikan standarisasi mulai pengajuan dokumen. Sebelum disertifikasi juga harus duah ada penilaian mandiri dari pemohon standarisasi. Di Jatim adalah sumber wisatawan selain Bali, Batam, Surabaya dan Jakarta, mengingat sudah jatuh tempo sejak ditetapkan UU no. 10 /2009 pasal 14 disebutkan usaha pariwisata ada 13. Kemudian turunan jadi 56 jenis usaha yang memiliki standar. Dan ini juga salah satu upaya pelaku usaha pariwisata mengejar ketertinggalan mengahadapi MEA tahun ini,” papar Kementrian Pariwisata, Kabid.Administrasi, Komisi, otorisasi, sertifikasi usaha pariwisata, Partono.
Terpisah, Ketua PHRI Jatim M. Soleh menanggapi adapun okupansi hotel di Jatim rerata hingga September 2015 yakni 53%, sedangkan rerata di Surabaya yakni 63% dari 1500 hotel. Sedangkan sertifikasinya usaha hotel dan restauran baru menyentuh angka 20% yang tersertifikasi. Untuk Surabaya sudah sekitar 75% dari 50 hotel yang ada. Jumlah permintaan konsumen untuk kebutuhan kamar nambah 30%, wisatawan naik dan bertumbuh 2-5%.
“Artinya, antara kebutuhan permintaan dan penawaran berdampak pada persaingan harga. Dan harga yang dilepas semua diserahkan ke konsumen, mau pilih harga atau fasilitas yang ditawarkan hotel. Rumusnya jika permintaan tidak naik sementara penawaran banyak akibatnya penyediaan kamar dan hotel saat ini sudah sangat bersaing dan ketat terjadi perang harga. Harapannya sih semua hotel tahun 2016 ini semua harus sudah standarisasi, terintegrasi mendukung peningkatan kawasan destinasi, dan Surabaya sendiri adalah kota transit saja saat ini bagi wisatawan,” pungkasnya. (hery)
More Stories
East Java Tourism Award, Ukir Prestasi Ditengah Pandemi
Kolaborasi Q5 Steak n Bowl – Tahta Makarim, Hadirkan Menu Segala Umur
LBM Wirausaha Indonesia Adakan Kunjungan Kerjasama Dengan Lentera Digital Nusantara dan Ketua DPRD Pacitan