Surabaya, KabarGress.com – Ilmu kedokteran konvensional memang telah berkembang pesat dengan teknik diagnosa dan pengobatan yang akurat serta modern. Namun modernisasi, akurasi teknologi dan ilmu kedokteran modern tidak membuat masyarakat dunia menjadi semakin sehat. Yang terjadi malah sebaliknya, tingkat penyakit tetap tinggi. Hadir sebagai salah satu alternatif solusi untuk menangani masalah ini adalah Naturopati.
Naturopati sendiri berasal dari kata ‘naturo’ atau ‘nature’ (alami) dan ‘path’ atau ‘pathway’ (lintasan) dan merupakan salah satu teknik pengobatan yang telah lama dikenal di dunia kedokteran. Meskipun telah banyak diterapkan di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, sejak 40-50 tahun lampau, naturopati masih menjadi ilmu pengobatan yang belum banyak dikenal di Indonesia. Ada empat sifat yang dapat dinyatakan untuk mengungkap perkembangan karakter pengobatan naturopati, yaitu alternatif, komplementer, integratif, dan pengobatan holistik. Menyadari pentingnya perkembangan naturopati di dunia kedokteran, maka Pusat Pengembangan Obat Tradisional Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (PPOT UKWMS) bekerjasama dengan PT. HRL Internasional kembali menyelenggarakan seminar satu hari bertajuk “Naturopati dan Aromaterapi”.
“Perijinan yang jelas untuk pengobatan natural itu sangat perlu, apalagi menghadapi MEA. Pemerintah daerah Dinas Kesehatan mendukung kegiatan ini, pengobatan memang tidak harus kimiawi tapi juga bisa dengan herbal atau cara lainnya, yang penting jelas dan memang sesuai ijin yang disetujui,” ujar Hariyanto S.KM selaku Seksi Pendidikan dan Pelatihan SDM Kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya pada saat membuka acara.
Hadir sebagai narasumber adalah Dr. Amarullah H. Siregar, MD. ND, DIHom, DNMed, MSc, MA, PhD., seorang ahli naturopati dan satu-satunya dokter di Indonesia yang menerapkan cara pengobatan naturopati, dan dr. Rachmi Primadiati, MN Med, DArom, Dherb.Med, CIDESCO, CIBTAC, BABTAC, yang merupakan ahli aromaterapi. “Sasaran peserta seminar adalah para praktisi dokter, praktisi apoteker, dosen fakultas kedokteran dan fakultas farmasi, serta para peneliti, praktisi dan pemerhati pengobatan herbal serta kosmetika berbasis herbal, khususnya di kota Surabaya,” ujar Dr. Lanny Hartanti, M.Si selaku Ketua Panitia.
Namun sekedar menggunakan herbal bukan berarti naturopati. Naturopati adalah pengobatan yang menguatkan jalan alami tubuh. “Agama apapun mengajarkan bahwa Tuhan tidak akan menciptakan penyakit tanpa menciptakan obatnya. Pengobatan umumnya bersifat reaktif, hanya berfokus pada dampak. Kalau kena hipertensi, yang disalahkan tensi, padahal kan seharusnya yang dibetulkan itu tubuhnya, penyebab ketinggian tensinya. Mengobati dan menyembuhkan tidaklah sama,” ungkap Amarullah. Sebagai seorang dokter, ia juga mengingatkan rekan-rekan sejawatnya untuk mengingat apa arti sebenarnya dari pekerjaan mereka. Pekerjaan dokter itu seharusnya memintarkan pasien agar di kemudian hari mampu untuk menjaga kesehatannya sendiri.
Lebih lanjut, Amarullah memaparkan bahwa konsep dasar naturopati adalah rekuperasi, bagaimana menguatkan agar orang tidak sakit lagi. Dalam naturopati pendekatan yang dilakukan adalah mencari sistem yang bermasalah yang mana. Harus dikenali pula karakter personal dari pasiennya. Ingat selalu bahwa konsep dasar sehat adalah harmony in balance. Penerapan naturopati dalam praktik pengobatan perlu memperhatikan tiga komponen yang mesti berjalan secara bersamaan.
Pertama, dari segi tanaman, orang pertanian yang harus meneliti dan mengerti kandungan bahan aktif dan sebagainya dalam suatu tanaman. “Setelah panen, tugas orang farmasi yang memastikan saat membuat obat-obatan itu berapa persen bahan aktif yang dipergunakan dan akan bagaimana efeknya terhadap tubuh, kemudian kami sebagai praktisi yang menggunakan dalam proses kami menyembuhkan orang,” tutur suami dari dr. Rachmi Primadiati tersebut.
Saat seminar tentang aromaterapi, peserta dipaparkan perkembangan dan fakta-fakta pemanfaatan aromaterapi di Indonesia. Dalam sesi tanya jawab terungkap bahwa minyak esensial sintetis yang sedang tren belum tentu aman untuk digunakan. “Pada dasarnya penggunaan minyak esensial tidak bisa sembarangan, harus disesuaikan dengan dosis dan akan berapa lama dipergunakan, terutama harus dicocokkan dengan tujuannya,” ungkap Rachmi. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa di Indonesia saat ini memang masih ada yang kurang, seperti sertifikasi resmi untuk aromaterapi yang masih belum ada, serta kesulitan untuk membeli bahan-bahan herbal terstandar yang dibutuhkan untuk membuat minyak esensial, akibatnya terpaksa impor.
Di akhir acara ditekankan kembali bahwa antara penyembuhan naturopati dan pengobatan konvensional bisa berjalan bersamaan. Terutama untuk kondisi akut seperti serangan jantung, obat konvensional tetap harus dipergunakan. Karena membutuhkan tindakan cepat, obat kimiawi dalam hal ini lebih unggul, namun untuk perkembangan selanjutnya, jika tujuannya adalah sembuh, maka memang caranya berbeda dengan sekedar mengobati. (ro)
More Stories
Mampu Yakinkan Panelis, Mei Diunggulkan Jadi Rektor Unitomo
Wagub Emil, Tokoh-tokoh NU dan Muhammadiyah Hadir di Wisuda STIT Islamiyah KP Paron
FK UKWMS Melantik Dekan Baru