Surabaya, KabarGress.com – Beberapa tahun ini, produk kerajinan tangan Indonesia mulai mendapat apresiasi yang lebih besar dari pasar lokal dan internasional. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, industri kerajinan tangan adalah salah satu sub-sektor terbesar di industri kreatif Indonesia, dengan memberikan dengan menghasilkan Rp21 triliun nilai ekspor dan Rp145 triliun dari konsumsi rumah tangga.
Animo masyarakat sendiri juga semakin meningkat. Salah satu pameran produk kerajinan tangan terbesar Indonesia, Inacraft, berhasil menarik 154.363 pengunjung dan menghasilkan total penjualan senilai Rp115,7 miliar dan kontrak dagang senilai USD 9,1 juta (sekitar Rp122 miliar) hanya dalam waktu 4 hari pameran. Tren ini juga diikuti oleh kalangan anak muda dengan munculnya berbagai bazaar dan pameran produk handmade seperti Brightspot Market, Pop Up Market, Sunday Market, dan lainnya.
Melihat kondisi pasar itu, Qlapa ingin membantu para pengrajin produk handmade di Indonesia agar bisa lebih maju lagi. Diluncurkan tanggal 1 November lalu, Qlapa sendiri adalah situs marketplace online khusus untuk produk handmade dan kerajinan tangan buatan Indonesia. Di sini, pembeli dapat membeli produk handmade yang unik langsung dari pembuatnya yang berasal dari seluruh Indonesia. Hingga saat ini, Qlapa menjual ribuan produk kerajinan tangan yang berasal dari ratusan penjual lokal.
Setiap transaksi di Qlapa juga akan menggunakan sistem yang diotomisasi dan menggunakan rekening bersama, sehingga pembeli bisa melakukan transaksi dengan lebih nyaman dan terjamin keamanannya. Selain itu, sistem ini juga dilengkapi penghitungan ongkos kirim serta manajemen pemesanan yang rapi, sehingga penjual di sisi lain bisa berjualan dengan lebih efisien dan fokus pada membuat produk yang berkualitas.
Fitur-fitur lain di Qlapa juga dibuat sedemikian rupa agar sesuai dengan perilaku jual beli produk handmade yang sering terjadi. Di sini penjual bisa menawarkan variasi produk jika produknya punya banyak variasi warna. Ada juga fitur kustomisasi yang memungkinkan penjual menerima pesanan custom dari penjual. Penjual juga bisa menerima pesanan dalam bentuk pre-order jika penjual tersebut memang hanya membuat produk handmade-nya berdasarkan pesanan saja.
Dengan begitu, penjual bisa menjual produk handmade-nya tanpa mendapat batasan, sedangkan pembeli bisa mendapatkan pilihan yang lebih banyak dan leluasa ketika sedang mencari produk dan berbelanja.
Memajukan Industri Kerajinan Tangan Indonesia Lewat Teknologi
Tapi Qlapa sendiri didirikan bukan cuma karena mengikut peluang dan tren yang ada. Meskipun lebih diterima oleh masyarakat, Benny Fajarai selaku CEO dan co-founder Qlapa melihat bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi di industri kerajinan tangan Indonesia.
Pertama, meskipun sering laku dan meningkatkan awareness dan penjualan, bazaar dan pameran memerlukan biaya yang besar dan hanya dilakukan sesekali. Itu juga belum menghitung faktor keterbatasan waktu dan jarak. Pengrajin lokal sendri akhirnya berusaha memasarkan produknya di berbagai tempat secara online seperti media sosial dan marketplace lain.
Tapi, media sosial sendiri memang tidak diperuntukkan untuk kegiatan jual beli, sehingga pengrajin ini mau tidak mau harus melakukan beberapa hal yang sama terus menerus ketika mengelola transaksi atau tokonya. Belum lagi penjual pada dasarnya berjualan secara terpisah, sehingga pembeli harus menghabiskan waktu lama untuk melakukan pencarian secara terpisah.
Masuk ke marketplace online populer mungkin bisa memberikan otomasi yang dibutuhkan. Tapi di saat yang sama mereka harus bersaing dengan produk-produk lain yang diproduksi secara massal. Padahal, produk handmade adalah produk yang punya keunikan sendiri, dan akan sulit bersaing dengan barang produksi massal jika harus dibandingkan langsung di satu platform yang sama. Akibatmya. pembeli yang awam mengenai produk handmade akan lebih memilih produk yang diproduksi massal, sedangkan pembeli yang memang menyukai produk handmade kesulitan mencari produk handmade yang mereka cari karena ada di tengah ratusan produk lain. Belum lagi sistem marketplace populer di Indonesia belum sesuai dengan perilaku jual beli produk handmade.
Karena melihat masalah itulah, Qlapa ingin menyediakan satu tempat di mana seluruh pengrajin lokal di Indonesia bisa berjualan bersama di satu tempat dengan sistem yang sesuai dengan mereka. Sementara pembeli yang ingin mencari produk handmade yang unik bisa mencari produk yang mereka butuhkan dengan nyaman dan mudah. “Melalui Qlapa, kami juga berharap kerajinan lokal Indonesia dapat menjangkau pasar yang lebih luas baik skala nasional maupun internasional,” tambah Benny.
Pengagum Kreativitas Lokal dan Tembusan Silicon Valley
Selaku CEO dan co-founder Qlapa, Benny sendiri tidak asing dengan yang namanya industri kreatif Indonesia, termasuk industri handmade Benny sendiri sudah terjun di industri kreatif Indonesia sejak tahun 2010. “Saat itu, saya punya mimpi yang sederhana, yaitu dapat memperkenalkan dan memberdayakan kreativitas lokal melalui internet,” kata Benny.
“Hal itu yang menginspirasi saya mendirikan perusahaan pertama saya Kreavi.com dua tahun kemudian. Selama menjalankan Kreavi, saya beruntung dapat bertemu dan mengikuti perkembangan kreator produk lokal yang inspiratif dari berbagai kota di Indonesia,” lanjutnya.
Sementara itu, co-founder-nya, Fransiskus Xaverius, adalah seorang engineer yang tinggal di US selama lima tahun dan bekerja di berbagai perusahaan besar seperti Google, Blackberry, Zynga, Castlight, dan Homejoy sebagai engineer. Keduanya bertemu di awal tahun 2014 dan sering mendiskusikan berbagai macam hal dan bertukar ide. Baru di awal tahun 2015 Frans kemudian memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengembangkan Qlapa sebagai CTO.
“Tinggal dan bekerja di Silicon Valley memang jauh lebih baik. Sebagai engineer, kompensasi dan peluang karir memang sangat besar di US. Namun, saya bisa melihat bahwa Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Ada banyak masalah yang dapat diselesaikan dan ada banyak peluang yang dapat dikembangkan dengan teknologi,” kata Frans menjelaskan alasannya untuk kembali ke Indonesia.
“Saya sendiri selalu ingin kembali dan berkontribusi untuk Indonesia. Yang membuat saya tertarik untuk membangun Qlapa adalah misi kami untuk memberdayakan kreativitas lokal dengan teknologi,” lanjutnya. (ro)
More Stories
East Java Tourism Award, Ukir Prestasi Ditengah Pandemi
Kolaborasi Q5 Steak n Bowl – Tahta Makarim, Hadirkan Menu Segala Umur
LBM Wirausaha Indonesia Adakan Kunjungan Kerjasama Dengan Lentera Digital Nusantara dan Ketua DPRD Pacitan