Surabaya, KabarGress.com – Pertumbuhan aset perbankan mulai menunjukkan perbaikan di awal semester II tahun 2015. Hal ini terlihat pada posisi Juli 2015, aset perbankan tumbuh sebesar 14,42% (yoy) menjadi Rp 512,54 triliun, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 13,38% (yoy).
Tidak hanya aset yang mampu tumbuh lebih baik, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh relatif lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. DPK mampu tumbuh sebesar 13,92% (yoy), atau relatif meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 13,56% (yoy).
Kendati pertumbuhan DPK pada Juli 2015 yang mencatat laju relatif lebih baik dibandingkan sebelumnya, namun pertumbuhan DPK masih mengalami perlambatan sepanjang tahun 2015. Perlambatan ini diyakini sejalan dengan turunnya rata-rata tertimbang (rrt) suku bunga menjadi 4,33%.
Turunnya rrt suku bunga diindikasikan sebagai sinyal membaiknya likuiditas yang direspon perbankan dengan mengurangi biaya bunga.
Berdasarkan jenis simpanan, pertumbuhan deposito yang terus melambat menjadi faktor penahan laju pertumbuhan penghimpunan DPK secara keseluruhan, mengingat deposito mendominasi DPK Jawa Timur dengan pangsa sebesar 43,26%.
Walau demikian, menurut Deputi Kepala Perwakilan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, Syarifuddin Bassara, pertumbuhan DPK belum diimbangi oleh pertumbuhan kredit yang masih menunjukkan perlambatan.
“Pertumbuhan kredit masih menunjukkan perlambatan sejak awal tahun, diman pada posisi Juli 2015, kredit tumbuh sebesar 10,60% (yoy) menjadi Rp 360,56 triliun, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya, 11,05% (yoy),” terangnya.
Sementara berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit masih tetap ditopang oleh Kredit Modal Kerja (KMK), dengan porsi sebesar 59,39%, diikuti oleh Kredit Konsumsi (KK) sebesar 26,76% dan Kredit Investasi (KI) sebesar 13,85%.
KMK dan KI masih tumbuh melambat dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 12,20% (yoy) dan 5,10% (yoy), sedangkan KK menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya dengan laju 10,12% (yoy) menjadi Rp 96,48 triliun.
Pertumbuhah KK ini, ditopang oleh meningkatnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Tipe 22 s.d. 70 menjadi 10,43% (yoy) dari 6,37% (yoy) pada bulan sebelumnya. KPR Tipe 22 s.d. 70 memiliki porsi yang cukup besar dalam portfolio KK, yaitu sebesar 15,94%. Selain itu, Kredit Pemilikan Sepeda Motor juga tumbuh 13,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya mencatat pertumbuhan 5,29% (yoy).
“Peningkatan ini kami yakini terjadi karena faktor musiman meningkatnya permintaan kendaraan bermotor menjelang Idul Fitri,” lanjut Syarifuddin.
Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh melambatnya penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan, yang mempunyai porsi terbesar dalam penyaluran kredit di Jawa Timur dengan dominasi sebesar 28,90%.
Kredit sektor industri pengolahan pada Juli 2015 melambat menjadi 15,79% (yoy) dari 17,53% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan terutama terjadi pada sub sektor industri makanan dan minuman, industri tekstil dan barang dari kulit, industri logam dasar, serta industri kimia dan barang dari karet.
Berdasarkan hasil pantauan BI, beberapa faktor yang menyebabkan perlambatan serapan kredit pada sub sektor tersebut antara lain karena meningkatnya persaingan barang impor dari Tiongkok dan lesunya industri otomotif, sehingga mempengaruhi permintaan pada industri besi baja serta menurunnya harga komoditas dunia seperti batu bara dan minyak.
Sementara itu penyaluran kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran yang memiliki proporsi sebesar 25,97% masih relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 8,61% (yoy). Melambatnya penyaluran kredit berdampak pada rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) sedikit menurun dari 89,51% (Juni 2015) menjadi 89,09%.
Performance penyaluran kredit masih relatif terjaga dengan Non Performing Loan (NPL) sebesar 2,40%. Walaupun tren kenaikan NPL masih berlanjut pada Juli 2015, namun kondisi ini masih dinilai aman mengingat NPL masih berada di bawah batas ketentuan yaitu sebesar 5%. Sektor-sektor yang mengalami peningkatan NPL relatif signifikan adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor konstruksi, serta sektor perdagangan besar dan eceran. (ro)
More Stories
East Java Tourism Award, Ukir Prestasi Ditengah Pandemi
Kolaborasi Q5 Steak n Bowl – Tahta Makarim, Hadirkan Menu Segala Umur
LBM Wirausaha Indonesia Adakan Kunjungan Kerjasama Dengan Lentera Digital Nusantara dan Ketua DPRD Pacitan