Surabaya, KabarGress.Com – Selama Januari hingga Maret, pertumbuhan perekonomian Surabaya merosot ke angka 6% dibanding akhir 2014 yang mencapai 7,54%. Meski turun, Badan Koordinasi Pelayanan dan Penanaman Modal (BKPPM) Kota Surabaya, enggan merevisi target investasi di kota Pahlawan ini. Selama 2015, BKPPM menargetkan kucuran investasi di Surabaya mencapai Rp44 triliun.
Kepala BKPPM Kota Surabaya Eko Agus Supiadi Sapoetra mengakui bahwa, ada perlambatan ekonomi. Tidak hanya secara nasional yang tumbuh dibawah 5%, tapi juga di Surabaya. Perlambatan ekonomi ini juga berpengaruh terhadap arus investasi. Selama Januari hingga Maret, investasi di Surabaya turun sekitar 20%.
“Saya menargetkan investasi tahun ini tumbuh 10% dibanding tahun lalu. Kalau sekarang ada perlambatan, itu tidak masalah. Saya yakin pada kuartal mendatang investasi akan tumbuh dengan baik. Jadi, saya tidak merevisi target investasi tahun ini,” ujarnya.
Eko mengungkapkan, komposisi investasi di Surabaya saat ini adalah 20% dari penanaman modal asing (PMA), dan 80% merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Saat ini yang paling dibutuhkan untuk menarik investasi adalah akses jalan dan jasa transportasi seperti kereta api barang yang langsung menuju pelabuhan.
Pemkot juga terus membangun jalan-jalan baru agar mobilitas barang maupun orang bisa lebih mudah dan cepat. Misalnya, membangun frontage road di sisi timur dan barat Jalan Ahmad Yani. Lalu ada juga jalur lingkar timur (middle east ring road/MERR).
“Saat ini, bisnis yang cukup menjanjikan di Surabaya adalah hotel dan apartemen. Wajar jika dimana-mana berdiri apartemen baru dan juga hotel baru,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Surabaya, Widodo Suryantoro mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi ini disebabkan adanya goncangan ekonomi nasional. Hal itu turut berpengaruh juga pada geliat ekonomi dan industri di Surabaya. Perlambatan ini disebabkan banyak faktor.
Misalnya, karena kenaikan upah minimum kota (UMK). Banyak perusahaan yang shock dengan kenaikan UMK itu. Sehingga, mereka menurunkan jumlah produksinya. Otomatis ini juga mempengaruhi ekonomi lokal. “Kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) juga turut berkontribusi terhadap perlambatan ekonomi,” tutur Widodo.
Widodo mengungkapkan, tahun ini, kenaikan UMK Surabaya terbilang besar. Dari Rp2,2 juta pada 2014 menjadi Rp2,71 juta pada 2015. Jumlah kenaikannya mencapai Rp510.000. Tidak hanya soal UMK, kenaikan BBM dan tarif dasar listrik (TDL) juga menjadi penyebab pelemahan ekonomi di Surabaya. Sebab, kenaikan BBM dan TDL tersebut berpengaruh pada operasional perusahaan.
Banyak perusahaan yang yang kemudian menurunkan konsumsi listrik dan BBM. Efisiensi operasional pun dilakukan sebagai pilihan agar produksi tetap berjalan dan tidak merugi. “Perlambatan ekonomi di awal tahun itu wajar. Tahun-tahun sebelumnya juga seperti itu. Nanti juga akan tumbuh lagi. Ingat, perlambatan ekonomi ini tidak hanya di Surabaya, tapi di kota lain juga sama,” terangnya.
Meski angka pertumbuhan ekonomi melambat ke 6%, Widodo mengklaim angka tersebut masih lebih tinggi daripada kota kabupaten lain yang merosot hingga angka 4%. Dia menegaskan, Surabaya termasuk yang cepat merespons pelambatan pertumbuhan ekonomi itu. Seperti yang dilakukan oleh pelaku usaha kecil.
Mereka cenderung mengurangi volume produk yang dihasilkan. Pemkot juga mengupayakan untuk menyelamatkan pelaku usaha kecil ini. Salah satunya dengan mengadakan pembinaan terhadap UMKM agar mereka bisa survive. “Untuk pembinaan dan pendampingan pelaku usaha kecil, kami anggarkan Rp 2,6 miliar tiap tahun,” pungkasnya. (tur)
More Stories
East Java Tourism Award, Ukir Prestasi Ditengah Pandemi
Kolaborasi Q5 Steak n Bowl – Tahta Makarim, Hadirkan Menu Segala Umur
LBM Wirausaha Indonesia Adakan Kunjungan Kerjasama Dengan Lentera Digital Nusantara dan Ketua DPRD Pacitan