06/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Makna Politik dalam Islam

Oleh Suryani

Pegiat Literasi

Walau pemilu masih terbilang cukup lama namun aktivitas parpol mulai terlihat, bahkan di antaranya telah mendeklarasikan bakal calon presiden 2024 mendatang. Tak sedikit dukungan pun mengalir dari sejumlah komunitas masyarakat kepada tokoh tersebut.

Salah satunya dukungan ditujukan kepada Ganjar Pranowo. Ada sekitar 2000 santri yang berjejaring dalam Himpunan Santri Nusantara (HISNU) telah berkonsolidasi untuk mendukung beliau. Kegiatan itu dilakukan bersamaan dengan acara peringatan Maulid Nabi 1444 H, yang bertempat di pondok pesantren Al-Burdah 2, Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung.

Koordinator Nasional HISNU, Gus Yusuf Hidayat menyatakan kegiatan ini diikuti ribuan santri, kiai, ulama dan habib. Mereka menyatukan suara untuk memilih figur pemimpin yang dapat membawa bangsa ini kepada kemajuan dan kesejahteraan, dan Ganjar lah sosok yang tepat menurut mereka. Di samping itu beliau juga tidak asing lagi karena kerap berkunjung dan memberikan bantuan untuk pesantren dan santri. (SindoNews.com, 21/10/2022)

Memang  sudah menjadi rahasia umum ketika menjelang pemilu, para bakal calon dan politisi partai kerap terjun ke masyarakat melalui berbagai sarana. Ada yang mendadak ikut pengajian  dan berkunjung ke pesantren serta memberi bantuan. Atau mengadakan bansos melalui pelayanan kesehatan gratis, membuka kursus keterampilan dan lain-lain. Tujuannya satu demi mendapat dukungan dari masyarakat.

Inilah fakta politik  dalam atmosfer demokrasi, di mana partai merupakan kendaraan untuk meraih kekuasaan, sedangkan rakyat hanya dibutuhkan suaranya agar kendaraan itu bisa melaju hingga istana. Namun setelah kekuasaan ada di tangan mereka nyaris lupa dan fokus melayani kepentingan para oligarki sebagai pihak yang membiayainya. Satu fakta lagi bahwa pesta demokrasi selain membutuhkan biaya tinggi juga akan bagi-bagi kekuasaan.

Bahkan sebelum itu para elit politik kerap berteriak untuk tidak menunjukan politik identitas, namun di sisi lain mereka sendiri yang banyak meminta dukungan para ulama karena memang mayoritas penduduk di negeri kita adalah muslim. Bahkan tak jarang memakai aksesoris keislaman, berupa mendadak memakai jilbab, peci, sarung, untuk membangun citra baik terhadap masyarakat dan menarik simpatinya. Bukankah ini termasuk politisasi agama?

Politisasi agama akan melahirkan politisi dengan identitas semu. Bukan hanya itu, untuk memuluskan langkah elit politik di kancah kekuasaan, tim buzzer pun dikerahkan dengan salah satu tugasnya adalah menyebarkan propaganda pro pemerintah dan partai pengusungnya, serta menyerang oposisi hingga membentuk polarisasi publik.

Dalam demokrasi, apapun bisa dilakukan untuk mencapai tujuan. Sehingga penyadaran umat merupakan sebuah keniscayaan untuk segera melepaskan diri dari demokrasi karena umat dan ulama sekedar dimanfaatkan untuk  kendaraan politik. Untuk itu, dibutuhkan Islamisasi politik berupa penyadaran  aktivitas politik pada ajaran Islam yang di dasarkan  pada akidahnya.

Politik Islam hakikatnya adalah pengurusan urusan umat berdasarkan pada kebenaran dan keadilan. Pengurusan ini merupakan implementasi dari hukum syarak untuk menyolusikan permasalahan umat, baik di dalam atau di luar negeri, dengan  dakwah atau jihad fi sabilillah.

Syariat Islam pun mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dirinya sendiri, juga dengan sesama manusia yakni muamalah, uqubat (sanski hukum), yang sebagian besar harus dilakukan negara. Maka dari itu Islam tidak bisa dipisahkan dari politik dan negara.

Kewajiban berhukum pada hukum Allah adalah perintah Allah melalui firman-Nya:

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.”    (TQS al-Maidah ayat 50)

Maka dari itu seorang pemimpin dalam Islam berkewajiban untuk menerapkan syariat dan semua hukum-hukumnya. Karena makna politik sebenarnya adalah mengurusi urusan umat,  baik itu urusan dunia dengan tertunaikan hak-haknya, maupun kehidupan mereka di akhirat yakni bisa merasakan kebahagian sejati.

Sehingga sangat besar sekali tanggung jawab dari seorang pemimpin, maka tidak mungkin terpilih hanya dengan pencitraan, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan syariat serta dukungan dari umat. Di antaranya muslim, laki-laki, berakal, baligh, adil, merdeka, dan punya kemampuan untuk menjalankan amanahnya.

Kreteria seorang pemimpin tidak bisa dilihat dari penampilannya saja, tetapi disertai ketakwaan serta rasa takut kepada Allah, sehingga menyadari betul tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat. Sebagaimana hadis dari Rasulullah saw.

“Imam/pemimpin adalah raa’in (pengembala/pengurus) rakyatnya, dan dia bertanggung jawab atas  kepengurusannya  (rakyatnya).”   (HR Bukhari)

Dalam Islam pelaksanaan pemilihan tidak memerlukan waktu  lama juga biaya yang besar. Para sahabat mencontohkan ketika Rasulullah saw. wafat, segera memilih penggantinya tidak lebih dari tiga hari tiga malam. Kesepakatan para sahabat ini yakni dalam urgensi memilih pemimpin menjadi dalil syarak bagi kaum muslim. Mekanisme pemilihannya pun terbilang efektif dan efisien, tidak memerlukan biaya mahal, apalagi sampai melibatkan para pemilik modal atau pengusaha untuk menyokongnya.

Waktu kepemimpinannya pun tidak bersifat reguler, mereka akan tetap menjabat selama tidak melanggar hukum syarak. Sedangkan para wakil-wakil di daerah dipilih oleh kepala negara. Agar pemerintahan tetap pada koridor Islam, maka rakyatlah yang akan mengawasi dan mengevaluasi. Sehingga ketika ada pelanggaran segera bisa dibenahi.

Dengan diterapkannya sistem politik Islam, maka tidak ada dominasi para kapital (pemilik modal), dalam mempengaruhi semua kebijakannya. Sekaligus tidak akan ada kesempatan untuk bagi-bagi kue kekuasaan.

Dengan demikian, tidak ada pilihan lagi bagi umat kecuali melakukan perubahan politik dengan politik Islam.  Karena hanya politik islamlah yang bisa melahirkan elit politik yg berkarakter raa’in dan junnah. Dua peran ini lahir dari keimanan dan kesadaran sebagai hamba Allah dan pemimpin yang ditunjuk syarak untuk melaksanakan syariat. Melakukan penyadaran di tengah-tengah umat merupakan  kewajiban untuk menjalankan syariatnya secara keseluruhan (kafah). Ketika kesadaran terus menguat dan meluas akan menjadi tanda  bahwa tidak lama lagi kebangkitan Islam segera terwujud.

Wallahualam bissawab.