Oleh: Irma Faryanti
Member Akademi Menulis Kreatif
Belum lagi hilang, rasa sesak akibat naiknya harga BBM beberapa waktu lalu yang berimbas pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan jasa angkutan, kini masyarakat harus dihadapkan pada rencana dan inovasi yang dianggap gemilang padahal sejatinya menyengsarakan. Presiden RI Joko Widodo telah menginstruksikan pada seluruh jajaran kementerian, lembaga serta pemerintah daerah untuk mulai menjadikan mobil listrik sebagai kendaraan dinas. Bahkan hal ini tercantum dalam instruksi presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2022 tentang percepatan penggunaan kendaraan listrik pada instansi pemerintah dan daerah. (Liputan6.com Minggu 18 September 2022)
Presiden pun telah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi, monitoring, evaluasi dan pengendalian atas pemakaian kendaraan listrik di lingkungan pemerintahan. Termasuk mengatasi penyelesaian permasalahan yang menghambat implementasi percepatan program tersebut. Luhut juga diwajibkan memberikan laporan pelaksanaan inpres tersebut secara berkala setiap 6 bulan sekali.
Menyikapi instruksi Presiden, Khofifah Indar Parawansa selaku Gubernur Jawa timur (Jatim) menyatakan kesiapannya serta menyambut baik keputusan tersebut. Bahkan pihaknya telah menyiapkan anggaran untuk pengadaannya setelah ada regulasi tindak lanjut. Ia pun berpendapat bahwa Inpres ini sangat penting untuk mencapai target emisi karbon, agar dapat mewariskan lingkungan yang lebih sehat dan bersih pada dunia. Selanjutnya Khofifah berharap dapat bersinergi dengan Perguruan Tinggi di Jawa Timur dalam pengembangan kendaraan listrik tersebut.
Sementara itu dari pihak PLN sendiri tengah gencar mengkampanyekan kendaraan listrik dan kompor induksi. Menurut Fintje Lumembang selaku Senior Manager Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN mengajak masyarakat untuk menyaksikan keunggulan kedua benda tersebut dan meyakinkan bahwa keduanya tidak menghasilkan emisi karbon, ramah lingkungan, tidak berisik dan sejalan dengan target pemerintah yang tengah menuju transisi energi.
Proyek konversi kendaraan berbahan bakar minyak ke listrik merupakan sebuah ambisi besar yang ingin dicapai pemerintah. Hal ini tampak dari salah satu pidato Presiden yang menyatakan harapannya untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam pengembangan industri kendaraan dan mobil listrik global. Ia sangat optimis mengingat nikel yang menjadi bahan pembuat baterai, terdapat di Indonesia. Untuk itu, roadmap pengembangannya pun tengah disiapkan.
Namun, sekalipun kebijakan mobil listrik dinilai bermanfaat untuk menyikapi masalah lingkungan dan ketergantungan impor BBM yang sangat besar, tapi perlu dicermati tentang pihak yang akan lebih diuntungkan melalui mega proyek ini. Karena untuk pelaksanaan konversi, teknologinya masih bergantung dari luar. Selain itu, walaupun Indonesia merupakan penghasil nikel terbesar, tapi hampir 70% tambangnya dikuasai oleh asing, khususnya Cina yang sangat gencar mendorong pembangunan kendaraan listrik
Keberadaan asing yang mendominasi tambang nikel di negeri ini akan menjadi masalah tersendiri bagi kedaulatan negara dalam hal sumber daya alam. Ketidakberdayaan Indonesia untuk bersikap tegas pada para investor asing hingga tidak memiliki daya tawar untuk penentuan proporsi pembagian keuntungan juga pengaturan tenaga kerja, pajak bahkan mitigasi dampak lingkungan. Maka bisa dibayangkan yang akan mendapatkan keuntungan dalam hal ini bukan lah negara, apalagi masyarakat.
Tidak dipungkiri, begitu banyak problema yang dihadapi bangsa ini yang butuh penyelesaian. Ambisi untuk tampil terdepan dalam kancah dunia dari sisi inovasi dan pembangunan ekonomi pun tidaklah salah. Namun tidak seharusnya hal itu dilakukan dengan mengorbankan kesejahteraan masyarakat. Di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk dengan angka kemiskinan yang tinggi dan besarnya utang negara. Ditambah lagi dengan kebijakan pencabutan subsidi BBM yang berimbas pada melambungnya harga-harga kebutuhan pokok, tentu akan membawa efek domino bagi kondisi perekonomian negeri.
Dengan sibuk mengejar ambisi mega proyek, kesejahteraan masyarakat pun urung terwujud. Karena penguasa lebih fokus pada kepentingan swasta baik lokal maupun asing, sehingga semakin kokoh lah dominasi dan pengaruh mereka di negeri ini. Inilah gambaran kepemimpinan sekuler kapitalis, yang menjadikan materi dan kemanfaatan sebagai tolok ukur aktivitasnya.
Sangat jauh dengan Islam yang menjadikan kepemimpinan sebagai pengurus dan penjaga umat. Pembangunan yang terwujud dalam naungan Islam, terbukti telah mewujudkan kesejahteraan masyarakat tanpa mencederai keseimbangan alam. Tingginya peradaban dan tingginya material telah terealisasi selama belasan abad lamanya. Pemerintahan Islam selalu terdepan dalam ilmu pengetahuan dan kehadirannya menjadi berkah bagi seluruh umat baik muslim maupun non muslim.
Kepemimpinan seperti inilah yang dirindukan umat. Sosok yang akan mengurusi urusan rakyatnya, menerapkan syariat Islam secara menyeluruh di setiap aspek kehidupan. Memperjuangkannya menjadi agenda besar yang harus diwujudkan agar dapat keluar dari cengkeraman sistem kapitalisme liberal yang menyengsarakan. Kehadirannya menjadi janji Allah yang akan terwujud suatu saat nanti, sebagaimana firman-Nya dalam QS an Nur ayat 55 yang artinya:
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal saleh diantara kalian, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai (Islam), dan akan mengubah (keadaan) mereka setelah berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa.”
Wallahu a’lam Bishawwab
More Stories
Pemberdayaan Ekonomi Jadi Siasat, Peran Ibu Tengah Dibajak
Membangun Infrastruktur Negeri tanpa Bergantung pada Investasi
Pernikahan Megah Anak Pejabat, di Tengah Kesusahan Rakyat