Oleh Rufayda Islamia
(Penulis & Aktivis)
Pemuda adalah lambang perubahan. Generasi yang di pundaknya tersimpan harapan untuk berkembangnya sebuah peradaban gemilang. Hal itu menjadi tantangan dan peluang untuk suatu bangsa.
Namun mirisnya, semua tidak selaras dengan kenyataan yang ada. Fakta-fakta buruk muncul satu persatu ke permukaan seiring banyaknya berita tentang generasi muda saat ini.
KOMPAS.com – N, pelajar SMP berusia 15 tahun di Kabupaten Lampung Utara diperkosa 10 pria. Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk di wilayah Lampung Utara. Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Lampung Komisaris Besar (Kombes) Umi Fadilah pada Senin (11/03/2024).
“Korban disekap selama 3 hari tanpa diberi makan. Selama penyekapan itu korban mengalami kekerasan seksual,” kata dia.
Enam dari total 10 pelaku sudah diamankan pihak kepolisian. Mirisnya, 3 dari 6 orang pelaku yang sudah ditangkap polisi atas kasus pemerkosaan siswi SMP di Lampung ini masih memiliki usia di bawah umur.
Dia menambahkan, hingga saat ini korban masih mengalami trauma mendalam akibat peristiwa tersebut. Untuk para pelaku yang ditangkap dikenakan Pasal 81 dan atau Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak. (KOMPAS.com, 11/03/2024)
Maraknya pelajar dan anak di bawah umur menjadi pelaku beragam kejahatan mencerminkan rusaknya generasi. Di sisi lain menjadi bukti bahwa kurikulum pendidikan gagal mencetak generasi yang berkualitas.
Selain itu, lingkungan yang rusak juga berpengaruh dalam membentuk kepribadian generasi, termasuk maraknya tayangan dengan konten kekerasan seksual dan perkelahian.
Ternyata, kejahatan di kalangan pelajar bukan hanya terjadi satu atau dua kali, tetapi sering terjadi bahkan hampir setiap hari. Seperti kutipan berita berikut.
Pendidikan Liberalis Kapitalisme Liberalisme menjadikan manusia memiliki kebebasan tanpa batas yang akibatnya bisa membuat norma baik ditabrak. Kapitalisme menitikberatkan pendidikan sebagai alat yang dapat menghasilkan materi. Memberikan materi ajar sekadarnya, tetapi semua yang diajarkan hanya hal yang dapat memberikan materi dan dunia usaha.
Alhasil komersialisasi pendidikan semakin pekat, keberhasilan pendidikan hanya diukur dari nilai-nilai akademik tanpa memperhatikan terwujudnya akhlak yang baik, adab, keimanan, perilaku, karakter, dan sudut pandang yang baik.
Tak sedikit dari pelajar hanya dijadikan robot alat produksi kapitalisme, kecerdasan kadangkala tidak memberikan sumbangsih positif untuk masyarakat. Virus liberal disebarkan di tempat menimba ilmu. Tak hanya sampai di situ, perang pemikiran pun digaungkan lewat tontonan tak bermutu melalui televisi, film, internet, dan media sosial.
Sebagaimana yang dirasakan bersama, kurikulum pendidikan saat ini berada pada sekularisme yaitu sebuah akidah yang memisahkan agama dengan kehidupan. Padahal fitrah manusia terikat dengan aturan Sang Pencipta. Ketika dipisahkan dengan kehidupan niscaya menghasilkan kekacauan luar biasa hebat.
Pendidikan saat ini telah terbukti gagal mencetak generasi berkualitas. Generasi hanya dididik untuk pandai dalam ilmu alat, tetapi minim iman dan akhlak. Akibatnya lahirlah generasi yang memiliki moral yang bejat. Meski masih duduk di bangku sekolah mereka berani menjadi pencuri, penjahat, pemerkosa, pemabuk.
Semua ini terjadi karena mereka tidak pernah diingatkan akan dosa. Tanpa sadar mereka bangga akan terlanggarnya norma demi mengikuti tren yang sedang ada. Semakin meningkatnya kriminalitas di kalangan pelajar, menjadi bukti bahwa solusi yang ditawarkan para petinggi negeri tidaklah final. Bagaimana mungkin akan tercipta generasi yang baik, jika kebijakan dalam dunia pendidikan kontradiktif dan cenderung abai.
Hakikat Tujuan Pendidikan Sejatinya tujuan pendidikan adalah menciptakan generasi yang beriman dan produktif, bukan generasi yang merusak dan minim akhlak. Pusat pendidikan seharusnya menjadi tempat yang mumpuni membantu secara maksimal dapat mewadahi bakat-bakat dari generasi muda yang berkembang pesat.
Generasi penerus peradaban gemilang lahir pemuda yang memiliki nilai juang yang tinggi. Generasi yang seharusnya memiliki visi dan misi panjang dunia lintas akhirat, juga bercita-cita selain bermanfaat untuk dirinya, tetapi juga untuk masyarakat bahkan negara. Di tangannya dunia tergenggam, dari dirinya perubahan itu dimulai. Maka, sudah seharusnya negara memfasilitasi dan memperhatikan lebih hal yang berharga ini.
Sistem Pendidikan Islam Islam memiliki sistem pendidikan yang kuat karena berasaskan akidah islam. Dengan metode pengajaran talkiyan fikriyan akan mampu mencetak generasi yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia serta berkarakter, menguasai sains teknologi, budaya, kesehatan pemerintahan dan lain-lain yang diperlukan dalam ranah kehidupan.
Islam memiliki akidah dan hukum-hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan secara menyeluruh, termasuk penyelenggaraan pendidikan. Sistem pendidikan yang melahirkan generasi hebat yang memimpin kemajuan peradaban, bukan budak kapitalisme.
Kejayaan peradaban Islam pernah berdiri selama lebih dari 1.300 tahun lamanya, terbukti berhasil menjalankan sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi hebat yang tercatat dalam tinta emas sejarah peradaban Islam.
Asas akidah Islam berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya, dan interaksi di antara semua komponen pendidikan. Halal dan haram akan menjadi standar, semua akan dikaitkan dengan keimanan dan ketakwaan.
Semua perilaku yang tidak baik bukan hanya diberikan efek jera (zawabir), tetapi juga sebelumnya diberikan pencegahan (zawajir) melalui pendidikan berkarakter. Islam menetapkan negara wajib menyediakan pendidikan yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh masyarakat.
Negara wajib menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang merata. Membangun gedung sekolah, menyiapkan buku-buku, laboratorium untuk riset, serta memberikan tunjangan layak kepada para pengajar.
Sebagai contoh, Ibnu Sina, merupakan seorang ilmuwan, pakar medis muslim, penulis buku medis. Merupakan bapak kedokteran modern awal yang pertama kali mengajarkan metode karantina untuk penyakit menular.
Temuannya dalam dunia medis semakin berkembang hingga saat ini. Ibnu Khaldun, ilmuwan dari Tunisia yang terkenal sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi, dan ekonomi. Ilmuwan yang tak hanya ahli dalam sains dan teknologi. Namun juga berperan sebagai ulama besar.
Fakta membuktikan bahwa pendidikan di bawah sistem sekularisme banyak menghasilkan produk tanpa hati nurani. Sudah saatnya bagi kita mengembalikan sistem Islam kaffah, segala persoalan dapat tertangani karena menggunakan sistem yang sahih berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt.
Wallahu ‘alam bisshawab.
More Stories
Menilik Jaminan Perlindungan Perempuan dalam Islam
Ilusi Mengentaskan Kemiskinan Ekstrem dengan Perlindungan Sosial
Jaminan Islam Atasi Kebocoran Data