Oleh Irma Faryanti
Member Akademi Menulis Kreatif
Apa yang terbersit dalam benak kita ketika mendengar kata “pengemis”? Mereka adalah orang-orang yang menggantungkan hidup dengan cara meminta-minta, memohon belas kasihan orang lain untuk mencukupi kebutuhannya. Fenomena inilah yang saat ini tengah viral di media sosial khususnya aplikasi TikTok. Aktivitas mengemis yang biasa dilakukan di jalanan ataupun dari rumah ke rumah, hari ini marak dilakukan dengan cara online.
Seiring berkembangnya teknologi, modus mengemis juga ternyata turut mengikuti. Sejumlah konten kreator dengan sengaja melakukan hal-hal di luar batas wajar. Demi meraih perhatian penonton dan meraih berbagai gift yang tersedia, mereka pun menggunakannya untuk menghasilkan uang. Aksi-aksi aneh pun rela dilakukan, mulai dari mengguyur diri dengan air hingga mandi lumpur. Mirisnya, hal ini tidak hanya dilakukan oleh kaum muda, bahkan lansia pun tertarik melakukannya.
Seorang nenek berusia 55 tahun berinisial LS asal Dusun Pedek Setanggor Timur Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat, ia mengaku lebih memilih live TikTok daripada bekerja di sawah karena penghasilannya yang menjanjikan. Konon ia mampu mendapat Rp. 1,5 juta untuk live 1 jam, ia hanya perlu duduk di bak berisi air keruh dan mengguyurkannya pada tubuh. Tentu sangat jauh berbeda dengan upah bertani yang hanya sekitar Rp.35.000 per hari. Namun dirinya tidak menyadari bahwa aksinya itu tidak ada bedanya dengan mengemis. (Berita One.id, 19 Januari 2023)
Demikianlah, mereka rela duduk selama berjam-jam, mengguyurkan air dan mengoleskan lumpur selama live streaming berlangsung. Hal ini dilakukan untuk sekedar mengejar FYP (For Your Page), agar aksinya itu ditonton orang banyak dan mendapat saweran dari para netizen berupa gift yang nantinya bisa mereka tukar dengan uang.
Gift TikTok adalah suatu fitur rewards yang memungkinkan penonton untuk memberi hadiah pada pembuat konten. Itu sebab aplikasi ini banyak diminati karena bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah yang menjanjikan. Saweran pun beragam, mulai dari yang termurah hingga termahal pun tersedia. Semakin banyak yang memberi hadiah, bertambah banyak pula uang yang bisa mereka dapatkan. Walau harus nampak memalukan bahkan menyedihkan, para kreator rela melakukannya.
Yang termurah dan banyak diberikan yaitu gift bunga mawar (Rp.200) dan yang termahal adalah singa (7.499.750) dan TikTok Universe (Rp. 8.049.000). Tidak heran jika cara ini begitu diminati, karena rupiah yang dihasilkan lebih dari kata lumayan. Di tengah semakin sulitnya hidup, tentu hal ini bisa menjadi solusi yang bisa dijadikan jalan keluar.
Menyikapi fenomena di atas, Menteri Sosial Tri Rismaharini menegaskan bahwa aktivitas mengemis online dilarang, seperti halnya yang dilakukan di jalan-jalan. Larangan tersebut telah ditetapkan dalam Perpu dan Perda. Risma pun mengirimkan surat pada Pemerintah terkait hal ini.
Berbeda dengan Mensos, Usman Kansong selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, menyatakan bahwa konten yang dibuat tidak bisa dikategorikan dilarang atau negatif sebagaimana diatur dalam Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 40 ayat 2a. Menurutnya konten tersebut tidak mengandung hal berbahaya. Perlu penelitian lebih lanjut oleh para ahli, agar tidak salah dalam mengambil langkah. Lebih lanjut ia pun menegaskan bahwa konten yang dilarang adalah yang mengandung unsur perjudian, pornografi, hoaks, radikalisme, terorisme, prostitusi dan kekerasan terhadap anak.
Selalu ada sebab dari sebuah akibat. Fenomena ini tidak akan muncul begitu saja tanpa penyebab yang menyertainya, antara lain: Pertama, adanya upaya mengeksploitasi kemiskinan dengan cara menjual kemalangan diri demi meraup keuntungan. Mereka berusaha menarik simpati banyak orang supaya merasa kasihan dan memberikan gift sebanyak-banyaknya.
Kedua, demi memenuhi tuntutan gaya hidup. Membuat konten dan menjadi viral adalah cara cepat untuk mendapatkan uang tanpa bekerja keras. Yang penting apa yang dibutuhkan terpenuhi walau dengan menghiba belas kasihan orang lain dengan aksi yang tidak patut.
Ketiga, menjadi korban pola pikir kapitalis yang menjadikan materi di atas segalanya dan berambisi untuk mendapatkannya sebanyak mungkin walau harus melakukan berbagai cara, tanpa berpikir terhina apalagi dosa.
Keempat, lemahnya sistem kapitalisme dalam menyelesaikan masalah kemiskinan yang ternyata bisa menjadi landasan dilakukannya aksi mengemis online. Demi tercukupinya kebutuhan hidup di tengah sistem zalim mereka mencoba bertahan hidup dengan melakukan segala upaya. Mereka miskin tidak selalu karena malas bekerja, tapi karena abainya peran negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat, sementara lapangan pekerjaan yang tersedia sangat minim.
Dalam Islam, hukum mengemis telah jelas diatur, yaitu dengan adanya larangan meminta-minta. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. Dalam HR.Muslim :
“Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api, terserah padanya apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya.”
Ketika didera kesempitan hidup, seorang muslim seharusnya lebih keras lagi berusaha mencari rezeki, dan tidak menjadikan aktivitas meminta-minta sebagai solusi. Selain itu dari sisi negara juga harus berjalan fungsinya sebagai pengurus rakyat, memenuhi seluruh kebutuhan mereka dan menyediakan lapangan pekerjaan. Penguasa juga berkewajiban memberi edukasi agar masyarakat memahami pentingnya menjaga martabat dan kemuliaannya sebagai manusia agar senantiasa terikat dengan aturan Allah Swt.
Dengan berjalannya fungsi negara terhadap rakyatnya maka fenomena munculnya pengemis online dalam sebuah sistem Islam tidak akan pernah muncul ke permukaan. Namun semua dipastikan akan berjalan ketika aturan Allah diterapkan dalam sebuah naungan pemerintahan Islam.
Wallahu a’lam Bishawwab
More Stories
Waspada Desakralisasi Al-Qur’an di Tengah Umat
Perppu Ciptaker, Benarkah untuk Kepentingan Rakyat?
Syariat Islam Sertifikasi Terbaik untuk Umat