Oleh Irma Faryanti
Member Akademi Menulis Kreatif
Masih ingat proyek IKN? Ibu Kota Nusantara yang didirikan di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Meskipun menuai pro kontra, namun masih mendapat support dari beberapa pihak. Salah satunya datang dari Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Bima Arya yang menyatakan bahwa seluruh walikota akan mendukungnya, dengan catatan harus menguntungkan seluruh Kalimantan dan sembilan walikota harus mendapat berkahnya. Hal itu disampaikan dalam perjalanan menaiki Ponton HL 270 yang ditarik ke arah hulu Balikpapan. (Republika.co.id, Minggu 18 Desember 2022)
Ibukota nusantara secara letak dikelilingi oleh Balikpapan, Samarinda, Tenggarong dan Penajam. Dua diantaranya yaitu Balikpapan dan Samarinda menjadi pusat perekonomian dan pemerintahan Benua Etam. Dukungan penuh akan diberikan oleh Apeksi dengan catatan semua pihak seperti: walikota, warga dan komunitas anak-anak muda didengar dan dilibatkan. Karena menurut Bima di tahun 2045 para pemuda lah yang akan mengendalikan negeri ini.
Namun kabar terkini, proyek IKN yang telah disahkan Undang-undang ini, tengah mengalami polemik. UU no 3 tahun 2022 tentang Ibukota Nusantara akan direvisi. Walaupun pelaksanaannya baru akan terlaksana tahun depan, namun seluruh persiapan pembahasannya telah dilaksanakan pemerintah dan mendapatkan persetujuan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk masuk ke dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) prioritas tahun depan.
Achmad Jaka Santos Adiwijaya, selaku Sekretaris Otorita IKN menyatakan bahwa dalam pembahasan revisi UU kali ini dikawal sepenuhnya oleh Bappenas. OIKN bertugas memberi masukan data-data, fakta-fakta dan usulan untuk mengevaluasi hal-hal yang harus direvisi. Alasan tentang keharusan diadakannya revisi diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa, menurutnya selain dilakukan atas dasar instruksi Presiden RI, juga dalam rangka penguatan struktur organisasi dan kewenangan pada posisi badan OIKN.
Sikap kontra ditunjukkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Irwan. Ia yang juga menjabat sebagai anggota Komisi V DPR mengkritisi upaya revisi yang dilakukan pemerintah dari sisi pembiayaan pembangunan IKN yang menurutnya terkesan demi menutupi kesalahan dalam perencanaannya. Karena dana yang dibutuhkan dalam pembangunan proyek ini telah dibebankan pada APBN sejak tahun 2022, tanpa batasan yang jelas dan tegas. Pernyataan Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM yang mengakui bahwa UU IKN akan direvisi agar pemerintah dapat menggunakan APBN sebagai sumber pembiayaan, menunjukkan bahwa negara tidak cukup yakin akan dukungan para investor swasta dan asing yang mau berinvestasi dalam pembentukan ibukota baru.
Irwan juga menyoroti janji Presiden RI yang hanya akan menggunakan dana APBN sebesar 20 persen, sementara sisanya bersumber dari skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha), investasi swasta, BUMN dan BUMD. Maka pengawasan pemakaian anggaran perlu dilakukan mengingat negara ini juga masih membutuhkan dana untuk pemerataan pembangunan.
Investasi dalam sistem kapitalisme tidak sekedar dimaknai permasalahan bisnis, melainkan sebagai alat penjajahan baru, oleh karenanya merupakan suatu kekeliruan mengandalkan skema ini untuk pembangunan IKN. Karena nantinya akan mempermudah para pemilik modal mendikte pemerintah dalam melayani kepentingan mereka. Namun sayangnya, penguasa justru berharap akan hadirnya para investor yang terlibat dalam proyek IKN, walau resiko yang ditanggung tidaklah kecil. Tidak sedikit aset negara yang harus rela tergadai, karena penanam modal yang tamak akan menuntut lebih dari sekedar urusan kerjasama.
Inilah watak licik kapitalisme yang menjadikan standar materi diatas segalanya. Demi meraup keuntungan sebesar-besarnya, mereka rela melakukan berbagai cara walau harus mematikan saingannya. Prioritas manfaat akan lebih diutamakan walau harus mengorbankan nasib rakyatnya sendiri. Kekayaan alam digadaikan demi kepentingan para pemilik modal yang ingin menancapkan pengaruhnya di negeri ini. Demi sebuah pengakuan dari para pebisnis global, kedaulatan negara dikorbankan akibat utang dan investasi.
Dalam Islam, pembangunan sebuah ibukota menunjukan tingginya sebuah peradaban dan agama. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. ad Daruquthni:
“Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam.”
Maka pendirian pusat-pusat pemerintahan harus mandiri dan terbebas dari intervensi. Hal itu diungkap Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab al Amwal fi Daulah al Khilafah.
Dalam kitab tersebut juga diungkapkan bahwa untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dan ibukota, setidaknya ada tiga strategi yang bisa dilakukan oleh sebuah negara, yaitu: Pertama, meminjam kepada negara asing termasuk lembaga keuangan global. Namun cara seperti ini tidak dibenarkan syariat. Kedua, memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum seperti tambang, minyak dan gas, strategi ini diperbolehkan oleh Islam. Dan yang Ketiga, dengan mengambil pajak dari umat, yang hanya boleh dilakukan saat kas Baitulmal kosong. Pengambilannya jug hanya dilakukan pada orang-orang yang mampu saja.
Demikianlah, sejatinya kemandirian sebuah negara bisa terwujud tanpa bergantung pada investasi. Keyakinan seperti ini hanya akan ada pada diri seorang pemimpin yang memiliki kapabilitas tinggi dalam mengurusi umatnya, serta visi politik yang jelas dalam mengelola negaranya. Sosok kepemimpinan tersebut hanya dapat dijumpai dalam sebuah sistem pemerintahan Islam, yang akan menerapkan hukum secara keseluruhan di setiap aspek kehidupan.
Wallahu a’lam Bishawwab
.
More Stories
Pemberdayaan Ekonomi Jadi Siasat, Peran Ibu Tengah Dibajak
Pernikahan Megah Anak Pejabat, di Tengah Kesusahan Rakyat
KUHP Baru Menuai Kontroversi, Liberalis Makin Unjuk Gigi