Oleh. Uqie Nai
(Member AMK4)
Kebahagiaan pejabat hukum dan anggota dewan menggolkan RKUHP menjadi undang-undang berbuah penolakan yang luar biasa dengan motif yang berbeda-beda. Anehnya, penolakan ini bukan hanya datang dari dalam negeri tapi juga luar negeri berikut medianya. Di antaranya media Hongkong SCMP, Euronews, SBS Australia, dan BBC International.
Dari dalam negeri, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disahkan pada Selasa (6/12) ini menimbulkan kekhawatiran para jurnalis, karena dinilai akan menjadi alat intimidasi, mengancam dan mencederai kemerdekaan pers. Sementara dari dunia hiburan, penolakan dilandaskan pada Pasal 424 UU KUHP tentang minumas keras. Hotman Paris menyebut aturan tersebut dapat membuat waiters hingga turis asing yang menuangkan miras untuk seseorang terancam masuk bui. Begitu pula penolakan datang dari para pelaku sek bebas atau pemilik tempat hiburan. Mereka menyebut KUHP baru ini mengekang kebebasan individu dan akan menutup akses para wisatawan asing berkunjung, terutama ke Bali.
Adapun dari luar negeri, penolakan dilakukan melalui Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia. PBB menyebut ada beberapa aturan dalam UU KUHP yang bertentangan dengan kebebasan dan hak asasi manusia, seperti pasal yang berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers; diskriminasi LGBT di Pasal 414; hak kesehatan seksual perihal aborsi dalam Pasal 463, Pasal 464, dan Pasal 465; hak privasi dalam Pasal 411 dan 412 soal Perzinahan.
Pasal 411 menyebutkan bahwa orang yang melakukan seks dengan yang bukan suami atau istri bisa dipenjara hingga satu tahun atau didenda hingga Rp10 juta. Sedangkan pada Pasal 412, seseorang yang tinggal bersama dengan yang bukan suami atau istrinya bisa dipenjara hingga 6 bulan atau denda hingga Rp10 juta. (Cnbcindonesia.com, Sabtu, 10/12/2022)
UU KUHP, Liberalisasi Model Baru
Alasan pemerintah menggolkan RUU KUHP untuk menjadi undang-undang, dilatarbelakangi keinginan untuk melepaskan diri dari KUHP produk Belanda. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly mengatakan pengesahan ini merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. Setelah sekian lama menggunakan KUHP kolonial, akhirnya Indonesia memiliki KUHP sendiri dimana rumusannya telah dimulai sejak 1963. (Bphn.go.id)
Meski pemerintah merasa bangga dengan produk hukum sendiri dan mampu melepaskan diri dari undang-undang kolonial, nyatanya kedua produk hukum ini berakar sama. Yaitu sama-sama datang dari akal dan hawa nafsu manusia. Bila akal serta hawa nafsu menjadi standar hukum perbuatan, yang terjadi adalah kebenaran itu “relatif,” bukan milik satu individu manusia. Merasa kesenangannya terpasung oleh draf undang-undang, suara-suara penolakan pun nyaring terdengar. Begitu pula UU KUHP ini. Indonesia yang menetapkan hukum, negara asing yang kepanasan. Penolakan paling lantang pun datang dari kaum liberal yang terbiasa minum miras, pacaran, kumpul kebo, zina, dan aktivitas seksual lainnya. Padahal KUHP baru ini tak benar-benar meniadakan aktivitas seksual, terdapat pasal-pasal karet yang cenderung melegalkan perzinaan (Pasal 411 dan 412).
Hal tersebut menunjukkan bahwa bagaimanapun matangnya undang-undang dibuat, jika cara pandangnya masih sekuler liberal yaitu hanya mengandalkan akal manusia semata, maka produk hukum apapun tak akan mendatangkan kemaslahatan. Terlebih lagi jika para kapitalis merasa dirugikan oleh UU ini. Hotel terancam tutup karena tak ada lagi aktivitas cek in, tempat wisata tak lagi dipadati turis asing, kafe dan club malam sepi pengunjung, dan yang terakhir, pemasukan negara akan berkurang dari sektor usaha dan wisata.
Oleh karena itu, hadirnya UU KUHP ini bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan, selain karena asas yang melatarbelakangi pembentukannya adalah kapitalisme, akidahnya tak sejalan dengan norma agama, juga sarat dengan pasal-pasal karet yang bisa diutak-atik sesuai pesanan. Lalu, apa yang bisa diharapkan selain kerusakan?
Undang-Undang Allah Produk Terbaik
Apa yang dilakukan kementerian hukum dan anggota legislatif terkait pengesahan UU KUHP adalah bentuk ketidakpahaman atas hukum yang sebenarnya. Hal ini disebabkan cara pandang dan sistem yang menaunginya bukan akidah Islam, tapi sekuler.
Dalam sistem kapitalis sekuler, Allah Swt. sebagai pemilik hukum dan kebenaran hakiki justru dinafikan. Padahal, Islam dan syariat-Nya adalah produk terbaik sepanjang masa. Siapa pun yang mengadopsi dan melaksanakan syariat ini akan berwujud kemaslahatan dan keamanan.
Islam secara rinci telah mengatur aktivitas manusia dari bangun tidur hingga bangun negara. Dari mulai peribadatan sampai uqubat (sanksi). Sebab Allah Swt. mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk untuk hambaNya. Contohnya tentang khamr/miras dan aktivitas seksual. Allah Swt. mengharamkan khamr karena zat yang terkandung di dalamnya dapat merusak akal. Bahkan mengatagorikannya sebagai ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan). Seseorang yang mabuk akan mengantarkan dirinya pada dosa besar lainnya seperti berzina dan membunuh. Rasulullah saw. telah bersabda:
“Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani)
Adapun terkait aktivitas seksual, Islam menghalalkannya bagi pasangan suami istri yang telah terikat dalam pernikahan yang sah. Mafhum mukhalafahnya (kebalikannya), Islam mengharamkan aktivitas seksual yang dilakukan bukan dengan pasangan yang sah, seperti banyak terjadi saat ini dengan dalih kebebasan privat atau kebebasan berperilaku. Mirisnya, bukan saja dilakukan lawan jenis tapi juga oleh penyuka sesama jenis (lesbian dan homoseksual).
Islam memandang bahwa zina adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan (QS. Al-Isra: 32), pelakunya harus diberi sanksi berupa had zina, berupa hukuman cambuk 100 kali atau rajam hingga mati (QS. An-Nur: 2). Sementara untuk pelaku seks menyimpang seperti homoseksual dikenakan hukuman mati dengan cara dijatuhkan dari tempat tinggi lalu dilempari batu hingga meninggal. Sebagaimana Allah Swt. telah mengazab kaum Nabi Luth as. (QS. Hud: 82).
“Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar.”
Demikianlah beberapa contoh hukum dan sanksi yang ditetapkan Allah dan rasul-Nya. Kaum muslim wajib terikat dengan aturan ini, suka atau tidak bukan tolok ukur perbuatan melainkan keimananlah yang menyebabkan amal itu dilakukan. Kondisi ini akan berwujud nyata dan terjaga sebagaimana maksud syarak. Dengan syarat, Islam dan syariatnya diterapkan secara sempurna dalam sistem yang sahih, yakni sistem pemerintahan Islam warisan Rasulullah saw. Karena hanya sistem inilah yang mampu menyingkirkan hukum kolonial dan hukum yang berasaskan akal manusia secara nyata. Wallahu a’lam bishawwab.
More Stories
Pemberdayaan Ekonomi Jadi Siasat, Peran Ibu Tengah Dibajak
Membangun Infrastruktur Negeri tanpa Bergantung pada Investasi
Pernikahan Megah Anak Pejabat, di Tengah Kesusahan Rakyat