28/03/2024

Jadikan yang Terdepan

Masyarakat Menjerit, Harga Telur Melangit

Oleh Irma Faryanti
Member Akademi Menulis Kreatif

Meroketnya harga telur membuat masyarakat semakin resah. Khususnya di kalangan para pedagang yang menjadikan telur sebagai bahan utama. Karena secara otomatis akan berpengaruh pada beban produksi yang semakin tinggi. Sementara daya beli tidak mengimbangi.

Fakta di atas juga disayangkan pihak IKAPPI (Ikatan Pedagang Pasar Indonesia) Sekretaris Jenderal DPP dari lembaga ini, Reynaldi Sarijowan menyatakan bahwa pemerintah tidak berbuat banyak untuk mengatasi kenaikan harga telur yang saat ini berkisar Rp.31.000-34.000 di wilayah Jabodetabek dan menembus Rp.38.000-40.000 di luar pulau Jawa khususnya di wilayah timur Indonesia. (Kumparan. Com, Kamis 18 Mei 2023)

Menurut Reynaldi, ditemukan dua hal yang menjadi penyebab, Pertama karena faktor produksi akibat harga pakan yang tinggi. Kedua, dikarenakan faktor distribusi yang dilakukan ke luar pasar, sehingga mengakibatkan supply dan demand di sana terganggu berpengaruh pada naiknya harga. IKAPPI juga mendapati adanya permintaan yang cukup tinggi di beberapa instansi, elemen, lembaga juga individu yang arus pasok pasarnya terganggu, walaupun tidak ada rincian ke lembaga atau instansi mana telur-telur itu dikirimkan.

Lain halnya dari sudut pandang para peternak ayam, Presiden Peternak Layer Indonesia yang juga merupakan Wakil Ketua Umum HKTI bidang Peternakan dan Perikanan, Ki Musbar Mesdi menyatakan salah satu penyebab kenaikan adalah akibat meningkatnya pemesanan nasi bungkus dan rames pada masa pemilihan bakal calon legislatif yang telah mulai dibuka bulan Mei ini. Disamping itu, populasi ayam petelur yang hingga sekarang belum 100% pulih juga harga pakan pabrik yang melambung tinggi, turut menjadi penyebab mahalnya telur. Sementara pemerintah tidak bisa melakukan intervensi lebih jauh.

Setali tiga uang dengan Musbar yang menyebut penyebab mahalnya telur adalah karena tingginya produksi, Blitar Rofi yasifun selaku Ketua Asosiasi Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) pun menyatakan hal yang sama. Meningkatnya permintaan setelah libur lebaran tidak bisa dihindari, para pedagang umumnya langsung memesan pada peternak, sehingga untuk mengimbanginya otomatis akan berimbas pada naiknya harga. Adanya program Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang melakukan Bantuan Sosial (bansos) pada keluarga rentan stunting di 7 provinsi semakin menambah rentetan panjang pasokan. Namun Blitar mengapresiasi kegiatan tersebut karena dapat membantu perekonomian peternak dan membuat penjualannya berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP), setelah sebelumnya selalu mengalami gulung tikar saat terjadinya pandemi.

Inilah potret buram pengelolaan pangan dalam sistem kapitalis. Dominasi perusahaan besar pada bisnis perunggasan telah merajalela dari hulu hingga ke hilir. Sehingga potensi terjadinya persaingan yang tidak sehat tidak dapat dihindari dan berdampak pada ketidakstabilan harga, akibat dikendalikan korporasi. Hal ini terus berlangsung dan seolah dibiarkan eksis, bahkan semakin berkembang dan bertambah luas. Karena aturan ekonominya dijadikan sebagai platform perekonomian negara yang sayangnya hanya berfungsi sebagai regulator, yaitu penghubung kepentingan swasta dan kebutuhan rakyat. Hal inilah yang menyebabkan praktik oligopoli semakin berlarut. Berbagai kebijakan yang diambil penguasa seakan memberi karpet merah pada para pemilik modal dan berpihak pada para korporat.

Padahal, sebagai kebutuhan primer individu, pangan seharusnya tidak dinomorduakan karena bisa berakibat fatal dan mengantarkan pada kematian. Kasus stunting, kelaparan dan kemiskinan menjadi gambaran nyata buruknya penanganan sistem kapitalis. Melonjaknya harga telur menjadi bukti kacaunya perniagaan unggas di negeri ini karena dilahirkan dari sistem ekonomi kapitalisme, yang menimbulkan ketidakstabilan pasar. Sayangnya praktik tersebut terus berlangsung karena keberadaannya dilindungi oleh penguasa.

Berbeda dengan kapitalis, Islam akan menjamin berbagai hal yang menyangkut hajat hidup masyarakat, seperti: hak hidup, keamanan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, juga pangan yang menjadi kebutuhan utama individu. Negara akan berperan penuh dalam mengendalikan harga dan mengatur pendistribusian ke tengah rakyatnya. Tidak hanya di sektor peternakan penguasa juga akan mengelola sektor pertanian, memberikan fasilitas gratis, lengkap dan modern. Serta mengawasi perdagangan pakan dan obat-obatan ternak, pupuk, dan lain sebagainya. Bahkan sebisa mungkin memberikannya secara cuma-cuma, tanpa dipungut biaya.

Demikianlah, peran negara dalam Islam begitu nyata dirasa. Seorang penguasa tidak akan bersikap abai terhadap rakyatnya, ia akan bertanggung jawab dalam memenuhi kepentingan umat yang kelak akan ditanya di hadapan Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Muslim dan Ahmad:
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.”

Ketika kapitalisme tidak mampu memberi solusi, sudah saatnya menjadikan Islam sebagai tempat kembali. Ketetapannya akan membawa rahmat bagi seluruh alam melalui ditegakkannya hukum Allah secara keseluruhan di setiap aspek kehidupan, dalam naungan sebuah sistem kepemimpinan. Wallahu a’lam Bishawwab