20/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Bak Mengulang Kisah yang Sama, Kasus Penistaan Agama

Oleh Irma Faryanti
Member Akademi Menulis Kreatif

Berita tentang penistaan agama seolah tidak pernah ada habisnya, selalu berulang. Hal ini tentu memicu tanya, apa yang membuatnya selalu kembali terjadi? Bahkan kasusnya semakin menjadi. Seperti yang baru-baru ini dialami oleh imam Masjid Jami al-Muhajir di daerah Buahbatu Bandung, yang didatangi oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) kemudian meludahinya disertai kata-kata kasar.

Pengusutan pun segera dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Bandung, Kombes Pol Budi Sartono selaku Kapolrestabes meminta keterangan kepada Muhammad Basri Anwar (24tahun) sebagai korban, tentang kronologi kejadian. Dari kesaksiannya didapati bahwa pelaku yang berinisial MB (48 tahun) ini diketahui merupakan warga negara Australia. Diduga ia merasa terganggu dengan suara murotal al Qur’an yang dinyalakan di dalam masjid. (CNN Indonesia, Sabtu 29 April 2023)

WNA tersebut diketahui menginap di salah satu hotel yang letaknya tidak jauh dari masjid. Ia sengaja mendatangi sang imam yang tengah memutar lantunan ayat suci al Qur’an. Selain meludahi, kata-kata kasar pun dilontarkan bahkan nampak akan memukul namun Basri mampu menghindarinya. Tidak lama berselang, pelaku berhasil dijemput di Bandara Soekarno Hatta saat akan kembali ke negara asalnya, walaupun ia berdalih bahwa itu adalah hari kepulangannya, tidak bermaksud kabur.

Kepolisian pun berhasil mengamankan pelaku dan menetapkannya sebagai tersangka. Atas tindakannya tersebut WNA itu dijerat dengan pasal 335 dan 315 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman hukuman selama 1 tahun 2 bulan penjara. Sayangnya, tersangka tidak mengakui perbuatannya itu, sehingga polisi pun melengkapinya dengan berbagai alat bukti dan saksi.

Bukan kali ini saja kasus penistaan agama terjadi. Beberapa waktu lalu, jagat maya juga dihebohkan dengan perilaku seorang selebgram berinisial LM yang kini statusnya telah ditetapkan sebagai tersangka. Wanita keturunan Jawa Timur yang lahir di Samarinda ini dilaporkan oleh M Syarif Hidayat ke Polda Sumatera Selatan atas perilakunya memakan kulit babi dengan membaca Bismillah. Polisi pun menindaklanjuti perkara tersebut dengan berbagai bukti dan meminta keterangan para ahli, serta menjeratnya dengan pasal 28 ayat (2) juncto pasal 45 ayat (2) UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diubah dengan UU No 19 tahun 2016 tentang penyebaran informasi berbau kebencian, atau permusuhan atas suku, agama dan ras.

Pelaku sendiri merasa kaget dengan status tersangka yang disematkan pada dirinya, ia pun mangkir dari panggilan polisi karena penyakit lambung yang dideritanya juga karena kesulitan mendapatkan tiket pesawat. LM juga mengaku bahwa dirinya telah meminta maaf kepada publik atas perbuatannya dan memohon ampun pada Yang Maha Kuasa.

Dalam sebuah negara yang menganut demokrasi, penistaan agama dianggap sebagai sesuatu yang biasa karena merupakan salah satu ide kebebasan yang sangat dijunjung tinggi yaitu dalam hal bertingkah laku. Sistem ini tidak tegas dalam menindak pelaku, sehingga kasus serupa selalu terulang. Perilaku non muslim yang seenaknya memasuki masjid tanpa membuka alas kakinya, bahkan melakukan perbuatan yang tidak patut dengan meludahi imam di sana adalah bentuk perilaku yang sangat melukai perasaan umat Islam.

Demokrasi yang merupakan ide turunan dari Kapitalisme, sangat menjunjung tinggi kebebasan, baik dalam beragama, berpendapat, memiliki sesuatu, juga bertingkah laku. Berulangnya kasus penistaan agama adalah akibat dilindunginya hak dan kebebasan setiap individu, terlebih lagi ketidaktegasan sanksi membuat perilaku serupa tumbuh subur bak jamur di musim penghujan.

Andai demokrasi benar-benar diterapkan, beragama seharusnya menjadi hak asasi yang harus dilindungi hukum. Sikap toleransi yang sering dielu-elukan nyatanya hanya sekedar jargon yang dituntut pada umat Islam saja dan tidak berlaku bagi non muslim. Selama ide sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang menjadi landasan bagi Kapitalisme ini diterapkan, maka kasus penistaan serupa akan terus terjadi. Syariat Islam begitu dibenci karena dianggap sebagai penghambat kebebasan yang mereka jalani.

Sangat jauh berbeda ketika Islam yang dijadikan sebagai dasar hukum. Beragama adalah sesuatu yang wajib dijaga, kemuliaannya menjadi sesuatu yang harus dijunjung tinggi. Negara tidak akan memberi celah sedikitpun untuk terjadinya penistaan, pelakunya akan ditindak tegas supaya memberi efek jera bagi dirinya juga bagi orang lain agar tidak mengulang hal serupa.

Sikap tegas terhadap pelaku penista agama nampak pada masa kepemimpinan Khalifah Abdul Hamid yang sangat sigap merespon pelecehan yang ditujukan pada Rasulullah saw. dengan menggelar sebuah teater yang menghinakan beliau. Khalifah pun memanggil.duta besar Perancis pada saat itu dan mengancam akan menghancurkan negaranya jika tidak segera menghentikan rencananya.

Demikianlah seharusnya sikap seorang pemimpin, selalu terdepan dalam melakukan penjagaan kehormatan baik bagi akidah maupun umat Islam itu sendiri. Karena ia adalah pelindung utama, sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Muslim:
“Sesungguhnya imam adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla da berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, maka ia harus bertanggung jawab atasnya.”

Sosok pemimpin seperti ini hanya akan dijumpai dalam sebuah kepemimpinan Islam. Yang akan menerapkan syariat Allah secara keseluruhan di setiap aspek kehidupan. Wallahu a’lam Bishawwab