20/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Kemiskinan Ekstrem Turun Nol Persen, Mungkinkah?

Oleh Ummu Kholda
Komunitas Rindu Surga, Pegiat Literasi

Kemiskinan ekstrem di negeri ini masih menjadi persoalan krusial yang hingga saat ini belum tertuntaskan. Namun hal tersebut tidak membuat keinginan pemerintah surut dalam upayanya mengentaskan kemiskinan. Bahkan ditargetkan dalam tahun 2024 kemiskinan ini dapat mencapai angka nol persen. Pertanyaannya, mungkinkah usaha pemerintah tersebut bisa terwujud?

Menanggapi hal tersebut, beberapa pihak pun turut berkomentar. Salah satunya datang dari ekonom yang menilai target pemerintah akan sulit terwujud jika menargetkan nol persen di tahun 2024. Mengingat tahun tersebut Indonesia sedang dalam masa pergantian pemerintahan atau masa transisi politik dari pemerintahan lama ke yang baru sehingga tidak mudah. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga mengatakan bahwa kemiskinan ekstrem akan sulit ditekan karena masalah kemiskinan yang bersifat struktural, seperti akses pendidikan hingga kesehatan, di samping lapangan pekerjaan yang belum optimal selepas pandemi. (CNN Indonesia, 23/2/2023)

Di sisi lain, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa ada sekitar 5,6 juta orang penduduk miskin yang harus dientaskan, pada tahun 2024 jika ingin mencapai angka nol. Berbagai upaya dan program yang telah dilakukan dilanjutkan dan dipertajam, khususnya adalah memperbaiki data secara total di setiap lapisan dan integrasi program yang disertai pemberdayaan ekonomi yang masif, pungkasnya. (Liputan6.com, 6/4/2023)

Menyikapi persoalan di atas, pakar ekonomi syariah Nida Sa’adah, S.E., M.E.I., Ak. menyatakan rasa pesimisnya. Ia meyakini rencana tersebut akan sulit bahkan cenderung gagal selama tidak mengacu pada syariat. Kegagalan tersebut bukan karena bumi ini tidak memiliki sumber daya alam, akan tetapi karena kegagalan regulasi yang dijalankan peradaban saat ini dalam mendistribusikan kekayaan yang ada di bumi. Selain itu, ketika Allah Swt. menciptakan manusia maka Allah pun sudah menentukan rezekinya. Sehingga ketika rezeki tidak sampai maka harus dievaluasi apa yang menjadi penyebab ketimpangan luar biasa hingga 5,6 juta penduduk tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. (MNews, Ahad, 9/4/2023)

Kemiskinan ekstrem juga merupakan satu konsekuensi penerapan sistem Kapitalisme, dimana dalam sistem ini peran negara hanya sebatas regulator, bukan penanggung jawab nasib umat secara keseluruhan. Rakyat dimiskinkan secara sistemik dan terstruktur oleh penguasa Demokrasi kapitalis. Mereka kesulitan mendapatkan haknya dalam memenuhi kebutuhan. Mau sekolah tinggi terkendala biaya pendidikan yang mahal, mau kerja nyaman terhalang skill yang tidak mumpuni akibat pendidikan rendah, mau belanja kebutuhan bahan pokok juga harganya serba naik. Belum lagi ketika ingin membayar listrik, air, semuanya tidak ada yang gratis. Akses kesehatan pun dipersulit dengan aturan administrasi yang rumit.

Semuanya serba dikapitalisasi. Mulai dari pendidikan, perdagangan hingga kesehatan oleh penguasa hasil pilihan demokrasi. Kebijakan yang ada juga tidak membela rakyat, tetapi sebaliknya mempermudah bagi para pemodal. Ditambah lagi korupsi yang sudah menjadi tradisi dalam sistem ini, semakin menambah parah persoalan yang dihadapi umat, apalagi korupsi tersebut kerap dilakukan oleh para pejabat. Maka, bagaimana kemiskinan dapat diatasi jika akar persoalannya tidak diselesaikan?

Kemiskinan yang sistemik tentu harus diselesaikan dengan metode sistemik pula. Islam sebagai sistem kehidupan memandang masalah kemiskinan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan. Negara wajib hadir dan bertanggung jawab sebagai pengurus rakyat dengan berpedoman pada syariat dalam menjalankan kewajibannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)

Untuk melaksanakan itu semua, negara Islam mempunyai langkah-langkah atau mekanisme tertentu yang pastinya dapat mengatasi segala bentuk persoalan termasuk masalah kemiskinan. Di antaranya:

Pertama, adanya jaminan kebutuhan primer. Yaitu dengan menciptakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki agar dapat menafkahi dirinya dan keluarganya, mewajibkan kerabat dekat untuk membantunya dan mewajibkan negara membantu rakyat miskin melalui baitulmal. Selain itu juga mewajibkan kaum Muslim untuk saling menolong membantu rakyat miskin.

Kedua, pengelolaan kepemilikan. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, umum dan negara. Kepemilikan individu, memungkinkan siapapun untuk memperoleh harta demi memenuhi kebutuhannya sesuai ketentuan yang dibolehkan Islam. Adapun kepemilikan umum akan dikelola oleh negara dan hasilnya diperuntukkan bagi kemaslahatan rakyat. Sementara kepemilikan negara adalah izin dari Asy-Syari’ atas setiap harta yang pemanfaatannya berada di tangan negara.

Ketiga, distribusi kekayaan yang merata. Di sini, negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan. Misalnya negara memberikan sebidang tanah kepada seseorang yang mampu mengelolanya, bahkan setiap individu berhak menghidupkan tanah mati dan menggarapnya kemudian memilikinya dan lain sebagainya. Keempat, penyediaan lapangan kerja. Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak menyerap tenaga kerja terutama untuk laki-laki. Karena laki-laki adalah pencari nafkah bagi keluarganya.

Selain itu, negara juga akan menyelenggarakan pendidikan gratis kepada rakyat. Begitu juga dengan kesehatan yang akan diberikan secara cuma-cuma. Karena pendidikan dan kesehatan termasuk kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara.

Demikianlah Islam mengatur secara rinci mekanisme dalam mengatasi kemiskinan. Yakni dengan memenuhi segala kebutuhan dasar bagi rakyat. Sehingga rakyat akan hidup sejahtera. Namun pengaturan seperti ini hanya ada dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah (menyeluruh), bukan dalam negara demokrasi yang nyaris mustahil terpenuhi kebutuhan rakyatnya secara merata apalagi berharap kemiskinan turun hingga nol persen.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.