23/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Berulangnya Kerusuhan Papua, Apa Akar Masalahnya?

Oleh Ine Wulansari

Pendidik Generasi

Papua dengan sejuta pesona dan kekayaan namun penuh gejolak di dalamnya. Tak main-main, di sana terdapat gunung emas yang terhampar luas. Akan tetapi, kilauan emas ini tak dapat dinikmati masyarakatnya. Yang ada justru menimbulkan banyak konflik dan derita. Berbagai kerusuhan terus berulang, sehingga membuat masyarakat di sana hidup diliputi rasa takut.

Terkait kondisi tersebut seperti yang terjadi di wilayah Ikebo Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah pada Sabtu (12/11/2022). Kerusuhan ini bermula dari tewasnya seorang balita usai terlindas truk. Kemudian warga yang melihat kejadian itu melakukan tindak penyerangan terhadap sopir. Mereka membakar 1 unit rumah dan 2 unit kendaraan truk.

Buntut dari kejadian ini, massa berhasil merangsek ke dalam Polres berusaha menyerang sopir namun berhasil dilerai dan dikendalikan. Selanjutnya massa bergabung dari arah Kampung Mauwa dan Kamuu Selatan bertujuan ingin membakar pasar Ikebo namun berhasil dihalau. (tvonenews.com, 12 November 2022)

Keesokan harinya, kerusuhan kembali terjadi di Papua Tengah. Kali ini, pemicunya Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua menembak seorang prajurit TNI. Tragedi tersebut terjadi saat TNI sedang patroli gabungan di Gereja Golgota Gome. (JawaPos.com, 13 November 2022)

Penembakan yang dilakukan KKB bukanlah kali pertama, ini merupakan kejadian kesekian kalinya yang menyebabkan kerusuhan dan konflik tiada henti. Mulai dari konflik antar penduduk asli dan pendatang, hingga berbagai kerusuhan yang disebabkan oleh KKB.

Berulangnya kerusuhan di Papua tentu menjadi catatan kelam, pemerintah dianggap mengesampingkan Papua. Jika ditelusuri konflik yang terjadi disebabkan tiga faktor penting. Pertama, ketimpangan dan kesejahteraan. Dapat dibayangkan ketika Papua menjadi provinsi termiskin di Indonesia, padahal Papua merupakan salah satu wilayah yang mempunyai tambang emas terbesar di dunia. Namun kini, cadangan emas kian menyusut sebab beralih tangan kepada PT Freeport milik Amerika.

Seharusnya dengan kekayaan yang begitu melimpah, dapat menyejahterakan masyarakat Papua. Sungguh disayangkan, inilah kenyataan yang dihadapi masyarakat Papua. Mereka hanya bisa gigit jari saat kekayaannya dikeruk pihak asing. Mirisnya, melihat realita ini justru pemerintah bergandengan tangan dengan korporasi. Buktinya, kontrak PT Freeport diperpanjang hingga 2041.

Padahal dengan penambangan yang dilakukan PT Freeport selama puluhan tahun, meninggalkan banyak persoalan. Mulai dari masalah lingkungan, ketimpangan, kemiskinan bahkan kebodohan di masyarakat Papua. Inilah penyebab kerusuhan terus berulang, akibatnya pihak KKB Papua terus berulah.

Kedua, keamanan. Pemerintah seolah setengah hati dalam menyelesaikan konflik di Papua. Kerusuhan yang terjadi seperti disengaja bahkan dipelihara untuk kepentingan kekuasaan dan ekonomi. Bukanlah hal yang mustahil di alam demokrasi ini, pejabat dan aparat bekerjasama untuk meraup untung. Ditambah lagi ketidaktegasan sikap pemerintah terhadap KKB. Ujungnya, kelompok perusuh di Papua ini seakan-akan berada di atas angin. Berani melakukan tindakan keji terhadap masyarakat sipil sekalipun. Inilah wajah buruk sistem demokrasi, konflik dipelihara untuk kepentingan para elit yang berkuasa.

Ketiga, keadilan. Ketimpangan pembangunan infrastruktur di Papua dan daerah lainnya sangat jauh berbeda. Termasuk abainya pemerintah pusat pada dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dikorupsi segelintir elit daerah. Padahal hal tersebut sudah terjadi berulang-ulang, akan tetapi hingga kini tidak terselesaikan. Ini juga yang menyulut kerusuhan.

Pemerintah juga menjauhkan masyarakat dari rasa empati, yang menyebabkan hilangnya kerukunan dan peduli terhadap sesama. Sebab saat ini pemerintah menerapkan sistem Kapitalisme Sekulerisme. Menjauhkan agama dari kehidupan sebagai landasan dalam sistem ini menumbuh suburkan konflik di tengah masyarakat tak terkecuali Papua.

Konflik yang berkepanjangan ini Juga, menunjukkan betapa lemahnya peran negara dalam menyelesaikan berbagai kasus di Papua. Sebab, konflik yang ada disusupi kepentingan-kepentingan sekelompok pihak tertentu. Hal tersebut membuktikan posisi negara hanya sebatas regulator saja. Penyambung lidah antara kepentingan segelintir orang dengan pihak KKB. Pada akhirnya, persoalan di Papua terkesan sulit diselesaikan.

Beginilah kehidupan di alam demokrasi  telah nyata menyebabkan negara mandul dalam mengatasi problem di Papua. Meskipun demokrasi merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, di mana rakyat memilih wakil-wakilnya untuk menyuarakan kepentingan mereka serta penguasa  yang melaksanakan kekuasaan untuk mengurusi   rakyat. Rakyat telah yakin bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan negara. Namun kenyataannya kebijakan penguasa memprioritaskan kepentingan para kapitalis. Akibatnya kesejahteraan, ketimpangan, ketidakamanan, dan ketidakadilan selalu menyelimuti kehidupan masyarakatnya.

Lain hal dengan Islam, yang mempunyai aturan kehidupan sempurna. Mengatur seluruh aspek kehidupan dari hilir hingga ke hulu. Sebab Islam hadir disertai solusi hakiki yang berasal dari Allah Ta’ala. Sehingga masalah apapun yang dihadapi akan dapat diselesaikan dengan tuntas dan adil, termasuk dalam menyelesaikan konflik di Papua.

Kepemimpinan negara Islam yang membentang hingga 2/3 bagian dunia, telah terbukti menyatukan berbagai suku dan ras. Kegemilangan peradabannya menjadikan setiap wilayahnya berkembang merata. Semua itu dapat terwujud karena kepemimpinan negara Islam menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Sehingga umat manusia hidup di bawah aturan yang sesuai fitrahnya.

Islam memiliki empat aspek dalam menanggulangi kerusuhan di Papua. Pertama, Islam tidak pernah membedakan derajat umat dari sukunya. Sebab tinggi rendahnya derajat seseorang hanyalah dari sisi ketakwaannya. Seperti halnya sahabat Nabi saw., Bilal bin Rabah al-Habsy ra. seorang budak berkulit hitam, ia termasuk sahabat yang dijamin masuk surga. Sebagaimana firman Allah Swt.: “ Hai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan. Kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kalian adalah yang bertakwa. Sungguh Allah Maha Tahu dan Maha Teliti.” (TQS Al-Hujurat : 13)

Kedua, fungsi negara dalam Islam mengurusi urusan warga negaranya secara menyeluruh. Misalnya masalah kemiskinan, tentu negara memiliki tanggung jawab dalam hal tersebut. Hingga kemiskinan dapat terselesaikan. Individu per-individu sehingga keadilan akan dirasakan oleh seluruh warga.

Negara harus memastikan kepala keluarganya bekerja dan mampu menghidupi tanggungannya. Jika kepala keluarga tidak mampu bekerja karena alasan yang kuat, sedangkan seluruh kerabatnya pun tidak mempunyai kelebihan untuk membantu, maka negara akan memberikan santunan. Perhatian negara kepada warga yang kekurangan, diambil dari dana APBN yakni Baitul Mal. Kas negara diperoleh dari kekayaan alam yang dikelola langsung oleh negara, tidak ada campur tangan pihak lain. Baik swasta maupun asing.

Ketiga, negara menjamin seluruh kebutuhan masyarakat termasuk keamanan di dalamnya. Oleh karena itu KKB di Papua tidak akan ada, sebab negara bertanggung jawab menjaga keamanan seluruh rakyatnya. Begitu juga aparat, diturunkan untuk melindungi kedaulatan negara dan keamanan warga. Baik polisi atau tentara, semua ada untuk kepentingan rakyatnya. Inilah yang akan mewujudkan keamanan yang paripurna. Rakyat bisa hidup tenang, damai, tanpa ada keresahan.

Dengan demikian, keadilan, kesejahteraan serta jaminan keamanan pada rakyat Papua dan juga manusia seluruhnya, hanya akan terealisasi dengan nyata jika syariat Islam diterapkan dengan sempurna. Hal demikian dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintahan yang berdasarkan pada Kitabullah dan Sunnnah Rasulullah saw. Karena pemimpin dalam sistem Islamlah yang mampu mengurus dan menjamin rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Juga mencintai rakyatnya tanpa memandang suku, agama, dan daerah.

Wallahua’lam bish shawab.