19/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Krisis Sri Lanka: Potret Buruk Kapitalisme

Oleh: Ummu Kholda
Komunitas Rindu Surga, Pegiat Dakwah

Sri Lanka, negeri yang terkenal dengan julukan “Mutiara Samudera Hindia” terletak di wilayah Asia Selatan dan berbatasan dengan India, kini tengah didera krisis. Julukan tersebut seakan sirna. Negeri dengan jumlah penduduk sekitar 21.413.249 jiwa itu, pada tahun 2022 bahkan dikatakan bangkrut. Utang yang berjumlah kurang lebih US$51 miliar atau setara dengan Rp729 trilliun (asumsi kurs Rp14.300) tak mampu dibayar. Ditambah bunga yang besar dari pinjaman yang konon dikucurkan oleh IMF.

Krisis tersebut terbilang sangat serius, selain telah gagal membayar utang luar negeri, juga berhasil menyeret rakyatnya ke lembah kemiskinan. Hingga tersiar kabar Perdana Menteri dan Presidennya berjanji akan mundur dari posisi mereka. (Ngopibareng.id, 10/7/2022)

Masih dari laman yang sama, sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung ekonomi Sri Lanka kolaps, sejak aksi bom gereja di Kolombo tahun 2019 dan ditambah adanya pembatasan sosial selama pandemi. Akibatnya mata uang pun terseok hingga 80℅, nilai tukar melemah, biaya impor semakin mahal, sampai harga bahan makanan melonjak hingga 57℅. Rakyat pun terancam kelaparan dan rela mengantre berhari-hari untuk mendapatkan bahan bakar. Belum lagi kasus korupsi yang menambah rumit permasalahan dan memperburuk ekonomi negara.

Bagaimana dengan Indonesia? Utang pemerintah Indonesia sudah tembus sekitar Rp7.000 triliun pada akhir Februari 2022. Dikutip dari APBN Kita yaitu data per 28 Februari 2022 yang menyebut utang negara tercatat sebesar Rp7.014,58 triliun. Meski begitu, pemerintah Indonesia menyebut posisi ini masih terjaga dalam batas aman dan wajar serta terkendali.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan menyebut rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) RI masih lebih kecil, baik dibandingkan dengan negara ASEAN, G20 maupun negara-negara di seluruh dunia. Dikutip Kompas.com, Jumat (15/4/2022) dalam tayangan Youtube Komite Stabilitas Sistem Keuangan.

Kendati demikian, Sri Mulyani tetap mewaspadai akan lonjakan utang Indonesia, agar jangan sampai seperti Sri Lanka yang gagal. Dirinya pun bersiasat dan mengaku akan mengelola utang secara prudent (hati-hati). Dia akan menghitung, mengalkulasi jumlah tenor dan komposisi mata uang dari penarikan utang lewat penerbitan obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN). Misalnya SBN diterbitkan untuk pembiayaan kebutuhan yang bersifat prioritas termasuk pembangunan infrastruktur, pemerataan pendidikan, dan kualitas kesehatan masyarakat serta peningkatan manfaat jaminan sosial.

Jika kita cermati, sepintas seolah tidak ada masalah, toh surat utang yang diterbitkan untuk kesejahteraan rakyatnya. Namun benarkah demikian? Utang tetaplah utang yang wajib dibayar. Bahkan bunganya bisa melampaui pinjaman pokoknya jika sampai telat membayar bahkan akan terus menggunung. Selanjutnya bisa diduga pemerintah akan berusaha keras untuk dapat membayar utang tersebut meskipun dengan menjual aset-aset berharga negara, menaikkan pajak, dan sebagainya. Pada akhirnya jika dibiarkan terus demikian, tidak mustahil jika negara akan bangkrut dan rakyat harus menelan pil pahit dengan kian melonjaknya bahan-bahan kebutuhan pokok dan mahalnya biaya kebutuhan hidup lainnya. Hidup pun kian sempit, terjepit, dan terhimpit.

Kasus Sri Lanka contohnya. Setelah gagal bayar, utang negeri tersebut meledak hingga rakyatnya terancam kelaparan. Tentu sangat mungkin masih banyak lagi negara yang bisa mengalami nasib serupa. Kondisi ini sesungguhnya telah memperlihatkan kepada kita buruknya penerapan sistem ekonomi Kapitalisme yang mengandalkan utang luar negeri. Padahal sejatinya utang tersebut adalah senjata politik negara-negara kapitalis untuk memaksakan kebijakan atau menjajah negara lain.

Adapun tujuan memberi utang sebenarnya adalah bukan semata-mata untuk membantu negara lain, melainkan untuk kepentingan, keuntungan, dan eksistensi mereka sendiri. Bagi negara yang diberi utang dan dijajah secara ekonomi, akan sulit untuk keluar dari jeratan kapitalis ini. Tak ada pilihan lain selain tunduk kepada negara pemberi pinjaman atau dengan menyerahkan kedaulatan kepada lembaga-lembaga penjajahan internasional. Itu bagi negara yang ingin terus bergantung pada negara lain.

Namun tidak bagi negara yang menghendaki kebaikan dan ingin benar-benar mandiri terutama secara ekonomi. Negara ini harus berani keluar dari jeratan negara kapitalis penjajah. Harus mau mendalami dan mengkaji sistem Islam yang layak sebagai solusi dan membuang jauh sistem ekonomi Kapitalisme yang kerap berbuah krisis. Yaitu dengan membangun negara yang kokoh secara ekonomi, menciptakan keuangan yang sehat, menjadikan negara yang tangguh, serta tidak terlibat dalam jeratan utang yang berbahaya, yang menyebabkan krisis dan kesengsaraan rakyatnya. Negara ini tidak lain adalah negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam sebagai pondasi negara yang kokoh dan mandiri terutama secara ekonomi agar tidak ada kata gagal bayar utang atau default.

Hal yang paling pokok dalam sistem ekonomi Islam untuk menghindari negara default adalah:

Pertama, memastikan negara tidak terlibat dalam sistem riba dalam bentuk apapun sehingga akan tertutup 100℅ kemungkinan tumpukan bunga utang seperti saat ini.

Kedua, negara tidak terikat dengan pasar uang beserta turunannya yang berpeluang merusak dan memberi efek domino kerusakan dan perekonomian nasional.

Ketiga, memasang prinsip negara berdaulat yang mandiri dalam pengelolaan kepemilikan dengan pembagian kepemilikan yang jelas dan implementasi yang tegas.

Keempat, memastikan fungsi negara adalah selalu berada dalam jalur melakukan pelayanan kepada masyarakat, membuat pengawasan para pejabat publik strategis agar tidak ada yang bermain kebijakan yang bukan untuk fungsi pelayanan publik. Tujuannya adalah untuk menghindari deal-deal korupsi model pengusaha-penguasa yang banyak menghasilkan kerugian negara.

Kelima, sejak awal secara tegas wajib lepas dari lembaga internasional yang membawa agenda penjajahan seperti IMF, World Bank, dan sejenisnya.

Keenam, memegang prinsip efisiensi anggaran dengan audit yang ketat. Menjaga kebutuhan primer agar terus terpenuhi dan tidak banyak mengeluarkan anggaran untuk kebutuhan yang bersifat sekunder.

Begitulah prinsip sistem ekonomi Islam yang jika dijalankan akan menghadirkan negara yang kuat, berdaulat tidak tunduk kepada negara lain apalagi sampai dijajah. Namun semua itu hanya akan terwujud jika kita semua memperjuangkannya. Itulah bukti cinta kita kepada Islam dan umat manusia agar sampai kepada kita Islam yang Allah Swt. janjikan yaitu Islam rahmatan lil ‘aalamiin.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.