20/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Normalisasi Harga Minyak Curah yang Membuat Gerah

Oleh: Irma Faryanti
Ibu Rumah Tangga & Member Akademi Menulis Kreatif

Setelah sempat langka di pasaran dan muncul dengan harga yang melambung tinggi, kini minyak goreng kembali menjadi bahan perbincangan. Menyusul wacana yang dilontarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan yang berencana akan menghapus dan melepas minyak goreng (migor) curah agar bisa mengikuti mekanisme pasar.

Rencana penghapusan tersebut tentu akan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, mengingat migor curah selama ini banyak dicari karena harganya yang terjangkau. Sayangnya, wacana ini mendapat respon positif dari Menteri Perdagangan yang baru dilantik, Zulkifli Hasan yang diduga akan mengikuti kebijakan Menko Marves tersebut. Hal ini tampak dari komitmennya yang akan segera mengeksekusi perintah Presiden RI untuk segera menyesuaikan harga bahan pokok khususnya minyak goreng. Ia pun mengaku telah melakukan koordinasi dengan Kementerian bidang Kemaritiman dan Investasi. (Bisnis.com 18 Juni 2022)

Lebih jauh Mendag menyatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan penyesuaian harga sekaligus memperhatikan kebersihan minyak curah, rencana menjadikannya dalam bentuk kemasan pun mulai digulirkan. Pemerintah juga memastikan semua akan sesuai dengan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) serta menjamin ketersediaannya di tengah masyarakat dengan harga terjangkau.

Namun keputusan tersebut mendapat kritikan dari Mulyanto selaku Anggota DPR RI komisi VII dari fraksi PKS sekaligus Humas PKS. Ia menyatakan ketidaksetujuannya karena menganggap ini bukan saat yang tepat bagi Pemerintah untuk menetapkan kebijakan tersebut, mengingat permasalahan minyak hingga saat ini masih belum tersolusikan. Negara tidak seharusnya berlepas tangan dan menyerahkannya pada mekanisme pasar.

Mulyanto juga menuturkan, bahwa saat ini Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak curah adalah Rp. 15.500 per kg, jika migor tersebut dikemas secara sederhana maka akan ada tambahan ongkos Rp. 1500 per paket. Ketika dilepas sesuai mekanisme pasar, dipastikan harganya akan melambung tinggi seperti minyak premium sebelumnya. Ia berharap Mendag baru dapat mengelola pasar migor dengan baik dan tidak melakukan liberalisasi terhadapnya. Pemerintah seharusnya berpihak pada masyarakat dan tidak menjadi kaki tangan oligarki melalui pasar yang ekstraktif.

Inilah yang terjadi ketika mafia atau kartel pangan dalam sistem kapitalis dibiarkan eksis. Mereka yang selama ini bermain stok dengan cara mengeksploitasi, mendistribusikan dan menimbun pangan demi meraup keuntungan. Kekuasaan dan eksistensi mereka dilindungi oleh negara, hal ini tampak dari sikap pemerintah yang tidak ikut campur pada mekanisme pasar bebas. Peran negara tidak lebih hanya sebagai kaki tangan dari kaum oligarki. Itulah sebabnya solusi yang diberikan tidak menyentuh akar permasalahan.

Demikianlah realita hidup di tengah negara kapitalis. Sistem ini menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan. Semua disikapi dengan pertimbangan untung dan rugi. Hubungan rakyat dan penguasa tidak lebih sebatas penjual dan pembeli. Segala kebijakan yang ditetapkan tidak ditujukan demi kesejahteraan rakyat melainkan untuk kepentingan para pemilik modal.

Tingginya harga minyak premium membuat masyarakat lebih memilih minyak curah yang lebih terjangkau. Namun hal ini mengusik para pengusaha minyak yang merasa rugi, karena produknya merasa tersaingi, maka muncul wacana normalisasi harga migor yaitu dengan cara menghapus dan melepaskan migor agar sesuai dengan mekanisme pasar.

Sangat jauh berbeda ketika berada dalam naungan Islam. Sistem ini memiliki mekanisme dan strategi yang sangat khas untuk mengatur ketersediaan pangan dan pengendalian harga pasar agar dapat dijangkau oleh masyarakat. Negara akan menindak tegas para mafia dan kartel pangan yang mendominasi.

Keberadaan para kartel bisa merugikan masyarakat, mereka tidak jarang melakukan penimbunan (al ikhtikar) yang jelas diharamkan dalam Islam. Syeikh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan di dalam kitab Nidzamul Iqtishadi bahwa hal tersebut adalah menyalahi hukum Allah dan pelakunya akan dikenai sanksi tegas.

Larangan ini secara gamblang dinyatakan dalam HR. Muslim, dari Said bin al- Musayyib dari Muammar bin abdullah al Adawi, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Tidaklah melakukan penimbunan kecuali orang yang berbuat kesalahan.”

Adapun dari sisi sanksi yang ditetapkan bagi para mafia dan kartel, syariat Islam telah menetapkan ta’zir bagi pelakunya. Mereka akan dipaksa menjual barangnya kepada konsumen dengan harga pasar, sehingga ketersediaan pangan kembali normal. Dalam sistem Islam, harga pangan dikembalikan pada mekanisme pasar, negara dilarang untuk melakukan pematokan, karena dapat menyebabkan terjadinya inflasi dan dapat mengurangi daya beli mata uang.

Terkait pematokan harga ini Rasulullah dengan tegas menyatakan keharamannya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah. Saat itu seorang laki-laki mendatangi beliau dan memintanya mematok harga, namun beliau menjawab “akan tetapi saya berdoa” Lalu ketika ada seorang meminta beliau kembali untuk mematok harga, Nabi saw. bersabda:
“Akan tetapi Allah lah yang menurunkan dan menaikkan (harga).” (HR. Abu Dawud)

Berbeda kondisinya jika kenaikan pangan yang terjadi adalah akibat supply yang kurang karena terjadinya paceklik atau terkena wabah. Maka negara akan memenuhi kebutuhannya dari wilayah lain agar pasokan pangan tetap terpenuhi. Seperti yang pernah terjadi pada masa Umar bin Khaththab, ketika wilayah Syam didera wabah penyakit sehingga kebutuhan produksinya berkurang. Pada saat itu kebutuhan barang disuplai dari negara Irak. Solusi tersebut bisa diterapkan pada kasus minyak goreng saat ini.

Namun sayangnya, semua hanya bisa terlaksana sempurna saat Islam diterapkan secara keseluruhan dalam seluruh aspek kehidupan di bawah naungan kepemimpinan Islam. Sehingga seluruh permasalahan kehidupan akan tersolusikan hingga ke akarnya.

Wallahu a’lam Bishawwab