16/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Lonjakan Harga Pangan dan Energi, Berimbas pada Kenaikan Angka Kemiskinan

Oleh: Ine Wulansari
Pendidik Generasi

Indonesia dengan beragam sumber daya alam yang melimpah ruah, seharusnya mampu menjadikan masyarakat yang hidup di dalamnya sejahtera. Segala macam jenis kekayaan terhampar luas di negeri khatulistiwa ini. Baik di daratan maupun di lautan, semuanya ada dan semua potensi alam tersebut mampu menjadi kekuatan besar jika dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat.

Apa hendak dikata, anugerah besar yang diciptakan Sang Maha Kuasa tersebut disia-siakan begitu saja. Sumber daya alam yang dimiliki negeri ini, tak bisa membuat rakyatnya menikmati hasil secara maksimal. Sebab, segala yang ada dikuasai pihak lain baik swasta ataupun asing. Maka tak heran jika angka kemiskinan terus bertambah, dan hal ini tak bisa terurai dengan baik karena pemerintah hanya memfokuskan pada kepentingan segelintir orang, bukan pada rakyatnya.

Banyak faktor yang menjadi penyebab tingkat kemiskinan kian bertambah. Salah satunya dengan melonjaknya harga pangan dan energi. Seperti yang dirasakan para ibu yang mengeluhkan harga bahan pokok melonjak. Bukan hanya kerupuk yang terkena akibatnya, sejumlah kebutuhan pokok lainnya pun kompak naik semua. Mulai dari minyak goreng, tahu, tempe, daging sapi, daging ayam, cabai, bawang, hingga gula pun ikut serta naik harga.

Belum lagi harga BBM dan LPG non subsidi naik menjadi Rp15.500 per kg sejak Februari lalu. Pajak pertambahan nilai (PPN) tak ketinggalan naik terhitung sejak 1 April lalu. Alasan kenaikan harga pangan dan energi ini, ditengarai akibat inflansi yang tinggi dimana terjadi karena kenaikan harga sejumlah komoditas pasar internasional. Hal ini imbas dari pecahnya perang Rusia-Ukraina pada Februari 2022. Menurut Direktur Eksekutif Core Indonesia Muhammad Faisal, inflansi RI akan melonjak di level 5 persen, jauh lebih tinggi dari prediksi pemerintah. Ia pun mengatakan akan dampak domino yang dapat menimpa Indonesia jika inflansi tidak terkendali. Hal ini tentu akan dirasakan masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah. Akibatnya isu kesenjangan sosial akan terasa dan memicu ketidakstabilan ekonomi. (CNNIndonesia.com, 20 April 2022)

Padahal kita tahu, bahwa pangan adalah kebutuhan pokok utama yang harus dipenuhi individu agar dapat bertahan hidup. Menurut Badan Ketahanan Pangan (BKP), banyak masyarakat Indonesia yang menghabiskan lebih dari 65 persen pengeluarannya untuk kebutuhan makanan. Sedangkan pangsa rumah tangga dengan pengeluaran pangan yang dominan, ternyata berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan suatu kota atau kabupaten.

Terlebih, berbagai lonjakan kenaikan harga saat ini terjadi di saat banyak masyarakat masih terpuruk secara ekonomi akibat pandemi. Sehingga rakyat kalangan ekonomi menegah pun, kini tak sedikit yang berubah status menjadi warga miskin.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2021 tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 9,1 persen, atau jumlah penduduk miskin bertambah 1,72 juta orang. Jumlah angka kemiskinan ini masih menjadi perdebatan. Sebab BPS memberikan 12 kriteria kemiskinan yang sangat rendah. Misalnya, yang disebut keluarga miskin adalah yang berpenghasilan kurang dari Rp600.000 per bulan. Artinya, satu keluarga baru bisa dikatakan miskin jika makan per hari kurang dari Rp20 ribu per keluarga.

Padahal dapat dibayangkan, dengan penghasilan yang minim saja jika dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, juga digunakan untuk beban pembayaran listrik, air, iuran BPJS, biaya pendidikan, dan lainnya tidak akan mencukupi kebutuhan. Ditambah lagi kebutuhan pokok dan energi yang harganya melonjak, sudah tentu semakin menambah berat beban hidup. Namun disayangkan, kondisi tersebut tidak terkategori sebagai keluarga miskin. Sungguh sangat memprihatinkan.

Anggota DPR RI komisi IV Andi Akmal Pasluddin mengatakan, ada sekitar 115 juta masyarakat kelas menengah ke bawah terguncang dengan lonjakan harga, sehingga pemerintah harus segera menyelesaikan persoalan ini. Jika tidak, ledakan kemiskinan akan tidak terkendali. Akmal pun menilai, pemerintah sebagai penguasa tidak mampu mengendalikan pasar yang dikuasai swasta. Sudah seharusnya pemerintah mengendalikan minyak goreng, mulai dari harga hingga ketersediaannya dan juga distribusinya. Inilah sebab gini rasio meningkat tajam, karena individu yang menguasai pasar akan semakin kaya, dan rakyat miskin semakin terpuruk. (MediaIndonesia.com, 04 April 2022)

Seperti lingkaran setan, kemiskinan tidak akan pernah selesai dalam tata kelola sistem ekonomi kapitalisme. Ini disebabkan adanya kebebasan kepemilikan yang dibuka lebar-lebar oleh sistem ini. Demokrasi kapitalisme secara nyata menjadi penyebab makin tingginya ketimpangan. Para pemilik modal bebas memiliki sumber daya alam yang sejatinya kepunyaan rakyat dan sangat dibutuhkan publik.

Liberalisasi kepemilikan, telah menjadikan negeri penghasil CPO terbesar di dunia ini mempunyai masalah kelangkaan minyak. Sehingga rakyat terkena imbasnya dan kesulitan mendapatkan minyak goreng. Semua ini disebabkan oleh penguasaan pasar yang dikuasai swasta. Pemerintah pun tak berdaya untuk sekadar mengendalikan para mafia migor.

Dalam sistem ini, posisi pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator yang hanya menjadi penengah antara penguasa dan rakyat. Tentu saja pemerintah akan berat sebelah, sebab kebermanfaatan pengusaha jauh lebih menguntungkan dari pada rakyat yang dianggap sebagai beban.

Dengan berpijak pada sistem kapitalisme, negara tidak memiliki orientasi untuk mengurusi rakyat. Karena hubungan pemerintah dan rakyat sebatas penjual dan pembeli. Rakyat membeli berbagai kebutuhan, sedangkan pemerintah menjual sejumlah fasilitas. Hasilnya, negara terus berpikir keras membuat layanan maksimal sebagai umpan balik, agar keduanya sama-sama mendapat untung. Di sinilah, pihak swasta baik asing atau lokal, menjadi penyelenggara seluruh layanan publik ini. Bukan hanya itu, penguasa bertugas sebagai kepanjangan tangan pengusaha. Ujungnya, rakyat juga yang dirugikan.

Jika terus berharap pada sistem kapitalisme untuk menuntaskan permasalahan ekonomi, termasuk menuntaskan kemiskinan. Justru faktanya sistem inilah yang menjadi pangkal permasalahan apapun. Lain hal dengan Islam, satu-satunya sistem yang sempurna dan terbukti mampu menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan, termasuk kemiskinan di dalamnya dengan menerapkan ekonomi Islam.

Islam memiliki cara jitu dalam mengatasi kemiskinan. Pertama, memosisikan negara sebagai penanggung jawab seluruh kebutuhan rakyat. Hubungan antara pemerintah dan rakyat adalah pelayan dan tuannya. Karena penguasa adalah pelayan yang siap memberikan pelayanan, perlindungan, dan keamanan bagi seluruh warganya.

Kedua, Islam menjamin kebutuhan primer manusia. Baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan akan dijamin sepenuhnya oleh negara. Jaminan yang disediakan negara bukan untuk membuat rakyatnya bermalas-malasan. Akan tetapi untuk mewujudkan pengaturan dan mekanisme yang dapat menyelesaikan kemiskinan. Salah satunya dengan mewajibkan setiap kepala keluarga bekerja. Jika penghasilannya tidak mencukupi dan sudah tidak ada kerabat yang menanggung nafkahnya, maka beban akan jatuh kepada negara. Dari sinilah, negara Islam akan memudahkan kepala keluarga mendapatkan pekerjaan.

Ketiga, Daulah Islam akan mengatur kepemilikan berdasarkan syariat Islam. Sehingga sumber daya alam yang dibutuhkan publik tidak boleh dikuasai swasta. Negara hanya bertugas mengelolanya dan mengembalikan manfaatnya kepada umat sebagai pemiliknya yang sah. Distribusi kekayaan di tengah rakyat pun diatur oleh negara.

Keempat, negara akan menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan hal ini kepala keluarga bisa menafkahi secara maksimal. Pengelolaan mandiri terhadap seluruh sumber daya alam, dapat menjadi jalan penyerapan tenaga kerja yang banyak.

Kelima, Baitul Mal sebagai lembaga keuangan yang mengatur pendapatan dan pengeluaran anggaran negara. Dengan melimpahnya pemasukan kas negara, hal ini dapat menjadi kekuatan dalam Daulah Islam. Sebab akan mempermudah negara dalam menjalankan program dan memberi suntikan dana pada rakyat yang memerlukan. Selain itu, pembangunan infrastruktur dapat memperlancar transaksi yang membutuhkan dana besar. Oleh karenanya, Baitu Mal adalah satu kunci dalam kesuksesan perekonomian.

Inilah cara ampuh yang ditawarkan Islam sebagai solusi terpercaya dalam menyelesaikan persoalan ekonomi dan kemiskinan. Dengan diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh, penguasa akan menjalankan tugasnya dengan amanah dan berdedikasi tinggi. Mengetahui tanggung jawabnya dan mengatur seluruh urusan umat dengan bersandar pada syariat. Dengan demikian, kesejahteraan dan ketentraman akan senantiasa menyelimuti umat manusia.

Wallahua’lam bish shawab.