19/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Anti Islam di Balik Pelarangan Hijab

Oleh Irma Faryanti
Ibu Rumah Tangga & Member Akademi Menulis Kreatif

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan keprihatinannya atas keputusan pelarangan jilbab di sejumlah sekolah di India. Melalui Wakil Ketua Umum (Waketum) MUI, Anwar Abbas, ia menyatakan bahwa pihaknya menyesalkan larangan tersebut dan menganggapnya sebagai sikap fobia terhadap umat Muslim di negara tersebut. (News.okezone.com 9 Februari 2022)

Adalah Karnataka, salah satu negara bagian di India Selatan yang memerintahkan penutupan sekolah selama tiga hari pasca terjadinya unjuk rasa yang memprotes pelarangan jilbab bagi siswi Muslim. Beberapa sekolah melarang mereka menghadiri kelas sehingga memicu munculnya aksi protes yang berlangsung selama berminggu-minggu. Mereka tidak terima dengan kebijakan yang dianggap diskriminatif tersebut.

Reaksi keras pun muncul dari partai-partai oposisi dan para kritikus yang menuding pemerintah di tingkat federal dan negara bagian telah berbuat diskriminatif terhadap kaum minoritas. Sayangnya, tidak sedikit pula pihak yang mendukung kebijakan yang ditetapkan. Sejumlah siswa beragama Hindu menyatakan dukungannya terhadap keputusan tersebut. Sambil meneriakkan pujian kepada dewa-dewa yang dipuja, mereka memprotes penggunaan hijab di sekolah.

Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Karnataka yang didominasi oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata party di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, justru menyatakan bahwa semua sekolah harus mengikuti aturan berpakaian yang telah ditetapkan sekolah. Bahkan Menteri Pendidikan Karnataka, BC Nagesh menegaskan dalam cuitannya di Twitter bahwa aturan berpakaian telah melalui putusan pengadilan di seluruh India. Ia pun dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap sekolah yang melarang penggunaan hijab.

Inilah ironi negara yang mengaku menjunjung tinggi HAM dan kebebasan individu. Alih-alih memberi perlindungan, pelaksanaannya tidak lebih sekedar omong kosong karena faktanya diskriminasi terhadap kaum minoritas Muslim selalu berulang. Peristiwa yang terjadi di India ini adalah salah satu diantaranya. Dari 1,4 miliar penduduk India, 14% diantaranya adalah umat Islam. Namun mereka dikekang, tidak leluasa dalam menunaikan kewajiban atas ajaran agamanya.

Sayangnya, dunia seakan bungkam atas ketidakadilan ini. Jangankan menganggapnya sebagai sebuah kesalahan memberi komentar pun urung dilakukan. Padahal barat paling gencar menyoroti dan mengampanyekan hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Setiap penyalahan akan ketetapan HAM pasti akan segera ditindaklanjuti. Namun kali ini mereka diam seribu bahasa karena pihak yang terpojokkan adalah Islam. Semakin jelas dan mempertegas adanya fobia terhadap Islam dan kaum Muslim.

Hal ini menunjukkan adanya standar ganda pada ide HAM yang diserukan Barat. Di satu sisi mereka menyerukan hak untuk mengelola tubuh perempuan melalui kampanye My Body is My Own, namun di sisi lain faktanya kebebasan tersebut hanya terkait fungsi reproduksi dan seksual semata. Ketika wanita Muslim menuntut haknya untuk menjalankan ajaran agamanya, para pejuang kesetaraan perempuan yang seharusnya memberi jaminan keleluasaan dalam menjalankan hak, justru bungkam oleh sebuah kebijakan pelarangan.

Seperti itulah sikap yang ditunjukkan barat yang dianggap telah gagal dalam merealisasikan teori kebebasan yang diusungnya. Sangat jauh dengan Islam yang memiliki aturan rinci bagi setiap permasalahan kehidupan, termasuk cara menghadapi orang yang berbeda keyakinan.

Syariat dengan tegas menetapkan ketentuan untuk saling menghormati pemeluk agama lain. Berkaca pada kepemimpinan Rasulullah saw. yang begitu melindungi warga negaranya yang non Muslim dan menjadi minoritas di tengah kaum Muslim. Mereka dikenal dengan sebutan kafir dzimmi. Dalam sebuah Hadis riwayat ath Thabrani, Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi (non muslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya ia telah menyakitiku. dan barangsiapa menyakitiku, maka sesungguhnya ia telah menyakiti Allah.”

Jelas sudah, tidak ada yang bisa diharapkan dari sistem rusak kapitalis terkait perlindungan terhadap kehormatan dan kemuliaan kaum perempuan. Kita hanya bisa mendapatkannya dalam naungan pemerintahan Islam yang akan menerapkan syariat secara kafah di setiap sendi kehidupan. Untuk itu, mewujudkannya menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi dan menjadi janji Allah Swt. yang pasti akan terwujud suatu saat nanti.

Wallahu a’lam Bishawwab

.