20/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Terkait Penyegelan Minimarket, Dewan Anggap Satpol PP Langgar Perda No 8 Tahun 2014

Terkait Penyegelan Minimarket, Dewan Anggap Satpol PP Langgar Perda No 8 Tahun 2014Surabaya, KabarGress.Com – Komisi B DPRD Kota Surabaya menilai bahwa penutupan toko modern yang selama ini dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melanggar Peraturan Daerah (Perda). Sebab, sejak diundangkanya Perda no 8 tahun 2014 per tanggal 16 Maret 2015, di pasal 20 menyebutkan, syarat untuk mengurus Ijin Usaha Toko Swalayan (IUTS) pengusaha masih diberikan masa tenggang tiga bulan.

“Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya seharusnya memberi masa tenggang waktu tiga bulan bagi pengusaha untuk mengurus IUTS itu. Karena kan sudah jelas di pasal 20 bahwa ada waktu tiga bulan pengusaha untuk mengurus, ini bahkan belum nyampai 1 bulan, Satpol PP sudah main tutup aja,” ujar ketua komisi B DPRD Kota Surabaya, Mazlan Mansyur, Jumat (10/4/2015).

Politisi asal fraksi PKB tersebut menegaskan, memang sebelum diundangkanya Perda 8 tahun 2014 ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperdagin) sudah mensosialisasikan perda ini kepada seluruh pengelola toko modern. Namun dirinya menilai meskipun begitu, masa tenggang waktu tiga bulan tersebut harus diterapkan.

“Jangan asal main tutup aja. Bahkan ironisnya, ada salah satu toko modern yang sudah mempunyai kajian sosek (sosial ekonomi) tetap ditutup, ini kan aneh. Pemerintah nggak boleh sewenang-wenang seperti ini,” tegasnya.

Pakar Hukum Tata Negara, Prof Eko Sugitario mengatakan, bahwa Perda no 8 tahun 2014 tersebut cacat hukum bahkan bisa dikatakan lumpuh. Sebab, jika perda no 8 tahun 2014 ini ditetapkan pada tanggal 21 Juli 2014, seharusnya pada hari yang sama perda tersebut juga harus diundangkan.

“ini loh belum satu bulan pemerintah sudah melakukan penyegelan. Terus bagaimana orang-orang (pengelola) bisa mengurusnya, sedangkan sudah disebutkan dalam pasal dua puluh bahwa ada waktu tenggang tiga bulan untuk mengurus ijinya, ini saya rasa sangat aneh,” ujarnya.

Dirinya berharap, ada semacam pertemuan yang lebih intens antara pengusaha swalayan toko moderen dengan pemerintah kota Surabaya. Karena menurutnya, sebenarnya penutupan toko moderen ini tidak tepat kalau mengacu perda no 8 tahun 2014, tapi lebih mengarah pada perda no 7 tahun 2009 tentang preijinan Ijin Mendirikan Bangugnan (IMB).

“Anehnya lagi, kenapa pemerintah menanyakan omset dari toko itu. Itu tidak benar, yang seharusnya tahu omsetnya ya perusahaan itu sendiri bukan pemerintah. Dan lebih aneh lagi, di dalam perda menyebutkan ada jarak antara toko modern dengan toko klontong, tapi jarak anatara toko swalayan dengan toko swalayan yang lain tidak ada. Ini namanya persaingan bebas,” anehnya.

Sementara itu, kabag hukum Pemkot Surabaya, Ira menjelaskan, penutupan yang dilakukan oleh pemkot sudah sesuai prosedur. Sebab menurutnya, sejak diundangkanya perda no 8 tahun 2014 per tanggal 16 Maret 2015, Satpol PP sudah bisa melakukan penutupan di toko moderen yang memang tidak mempunyai Ijin Gangguan (HO).

“Perda ini sudah kami ajukan ke Gubernur. Urut-urutanya, mulai dari IMB, HOnya terutama, karena setiap usaha yang mengganggu harus mempunyai HO, dan setelah itu yang terakhir baru IUTS,” jelasnya. (tur)