19/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Dewan Minta Pemkot Penuhi Kebutuhan Daging Sapi untuk Masyarakat

Mazlan MansurSurabaya, KabarGress.Com – Komisi B DPRD Kota Surabaya mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas daging sapi secara mandiri. Ketua Komisi B mazlan Mansur, mengatakan, selain adanya larangan gubernur agar pemerintah daerah tidak mendatangkan sapi dari luar daerah, kebutuhan daging sapi di Surabaya juga sangat besar.

“Kebutuhan di Surabaya mencapai 600 ekor, tapi yang tercover hanya 150-an. Ini pemerintah harus bertindak jangan dibiarkan. Soalnya daging adalah menjadi lauk pauk dasar di kalangan masyarakat baik kecil maupun menengah,” ujarnya, Kamis (19/3/2015).

Selama ini, Mazlan mengakui untuk memenuhi kebutuhan daging sapi bergantung pada para spekulan. Keberadaan mereka akibat kurang mandirinya kota Surabaya dalam pemenuhan kebutuhan daging bagi masyarakatnya.

“Karena kurang mandiri akhirnya peluang itu ditangkap para spekulan. Ya akibatnya apa, kebutuhan daging di kota Surabaya ini akhirnya berkurang,” tegasnya.

Pengusaha asal Bawean ini menegaskan, apabila kota Surabaya bisa memenuhi kebutuhan daging sendiri, ia yakin tidak ada celah bagi para spekulan. Bahkan, sebaliknya pemerintah kota bisa memperketat regulasinya.

“Namun saat ini, kondisinya dilematis. Mau ditertibkan, nanti bagaimana dengan kebutuhan masyarakat, ini kan juga menjadi problem yang harus dipikirkan matang-matang. Kalau bisa tidak ada yang dirugikan,” katanya.

Untuk memenuhi besarnya kebutuhan daging sapi, disamping meningkatkan kinerja rumah potong hewan (RPH), ia mengharapkan pemerintah kota memberdayakan Dinas pertanian. “Agar mandiri, Dinas Pertanian harus diberdayakan melalui program penggemukan sapi,” terangnya.

Mazlan mengatakan, daging sapi merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Apabila RPH hanya diposisikan dalam hal pelayanan pemotongan, kinerjanya tidak maksimal. RPH menurutnya harus berorientasi bisnis, mengembangkan layanan tidak hanya untuk kelangan menengah ke bawah.

“Tapi juga untuk kalangan menengah ke atas. Soalnya, segmen tersebut yang justru menghasilkan pendapatan besar. Pendapatan besar ada di level menengah ke atas, dengan mensuplay hotel, restoran, supermarket,“ katanya.

Namun, menurut Mazlan target tersebut sulit terealisasi jika kondisi Rumah potong Hewan seperti saat ini yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah kota.  Padahal, untuk melaksanakan program penggemukan sapi dibutuhkan lahan yang memadai. Ia yakin kebutuhan atas luasan lahan bisa terpenuhi apabila pemerintah kota serius dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi.

“Jika pemkot serius akan kita dorong. Sekarang aja pemkot telah menganggarkan pembebasan lahan senilai Rp80 M  yang ditaruh di PU, Pertanahan dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang,” tegasnya.

Anggota Fraksi PKB ini menegaskan, untuk mendongkrak kinerjanya RPH seharusnya diberi kelonggaran untuk mengembangkan usahanya, diantarannya dengan mennggunakna tehnologi mutakhir dalam pemotongan sapi. “Saat ini masih tradisional. Padahal, model sekarang sudah bisa mengolah Ipal menjadi sesuatu yang menghasilkan,” jelasnya.

Di samping itu, menurutnya modal usaha juga harus ditambah. Saat ini, dana penyertaan modal pemerintah kota ke RPH sekitar Rp7 M. Anggaran tersebut menurut Mazlan relatif lebih kecil dibanding BUMD lainnya. “Penyertaan modal pemkot baru Rp7 M. Bandingkan dengan KBS, baru pertama saja Rp10 M dari tola Rp45 M,” ujarnya.

Sementara itu, Eddy Rahmat menambahkan, kondisi RPH yang kembang kempis saat ini, karena tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah kota. Semestinya menurut anggota Fraksi Handap ini, untuk meraih target pendapatan yang tinggi, perlu juga dukungan pemerintah kota.

“RPH seringkali rugi, karena hanya menerima jasa pemotongan. Gimana nggak rugi kalau pemkot saja tidak mendukung kondisi RPH yang saat ini semakin lemah,” katanya.

Padahal saat ini, terdapat Undang-undang yang melarang pemotongan sapi yang produktif. Namun demikian, larangan tersebut dinilai tak efektif. Pasalnya, Pemkot surabaya tidak ada kompensasi dari pemerintah kota. “Bagaimana bisa melarang, jika pemkot tidak memberikan gantinya,’ katanya. (tur)