19/04/2024

Jadikan yang Terdepan

18 Juni Dolly Hanya Ditutup Secara Simbolis

Surabaya, KabarGress.Com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akhirnya buka suara soal teknis penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak pada 18 Juni. Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya, Hendro Gunawan menyatakan, lokalisasi terbesar se Asia Tenggara itu hanya ditutup secara simbolis. Penutupan ditempatkan di Islamic Center Surabaya Jalan Raya Dukuh Kupang, Rabu (18/6/2014) sekitar pukul 19.00 WIB.

Dalam undangan atas nama Walikota Surabaya yang diterima anggota DPRD Surabaya bertuliskan “Deklarasi warga Kelurahan Putat Jaya Kecamatan Sawahan untuk alih fungsi wisma dan alih profesi bagi wanita harapan sekaligus pemberian bantuan secara simbolis dari Menteri Sosial (mensos) dan Gubernur Jatim”.  Artinya, penutupan bukan berarti menutup atau menyegel wisma dan mengungsikan para pekerja seks komersial (PSK).

Hendro menegaskan upaya penyelesaian lokalisasi tidak berhenti hanya dengan deklarasi. Sebab, deklarasi sifatnya hanya simbolis. Acara simbolis itu menggambarkan keberadaan Dolly dan Jarak sebagai lokalisasi telah illegal. Pemkot Surabaya tidak lagi melegalkan lokalisasi peninggalan menner Belanda Dolly Van Der Mart.

“Penyelesaiannya nanti terus paralel sampai kebutuhan mereka (PSK, mucikari, warga terdampak) bisa terakomodasi semua,” ujarnya, di DPRD Surabaya, Senin (16/6/2014).

Dalam deklarasi nanti akan dihadiri oleh perwakilan PSK, mucikari, dan warga terdampak. Selain itu, Mensos Republik Indonesia, Gubernur Jatim, anggota DPRD Surabaya dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dipastikan akan datang. Hendro tidak menampik tak sedikit PSK, mucikari dan warga terdampak menolak. Tapi, baginya penolakan itu lumrah terjadi dalam setiap kebijakan pemerintah.

“Artinya sudah tidak ada legalisasi dari pemerintah terhadap keberadaan lokalisasi, itu dulu ya, yang kedua pemberdayaannya tetap jalan terus,” terangnya.

Hendro menerangkan deklarasi dilakukan tidak lantas semua aktifitas Dolly dan Jarak berhenti total. “Iki engkok terus ditutup terus lampune dipateni kabeh, ndak, cuma kita sepakat tidak adalagi lokalisasi,” katanya.

Disinggung kabar Walikota Surabaya Tri Rismaharini terbang ke Jakarta untuk meminta bantuan Mabes Polri, Hendro menampik informasi itu. Menurutnya, Walikota ke Jakarta karena agenda kedinasan. “Ndaklah, Bu Wali ada agenda dewe, kenapa ndak minta bantuan Amerika sekalian, biar lebih tuh,” ucapnya sambil berkelakar.

Ketua DPRD Surabaya, Mochammad Machmud, menghimbau agar seluruh wakil rakyat yang berkantor di Jalan Yos Sudarso hadiir dalam acara deklarasi. “Bersama para anggota DPRD yang lain saya siap datang untuk mendukung acara Pemkot,” katanya.

Ditanya perihal deklarasi ditempatkan di Islamic Center sebagai indikasi pemaksaan dari Pemkot, politiss asal Partai Demokrat ini menilai tidak ada paksaan. Sebab, semuanya telah direncakan dan dipersiapkan dengan baik. Yang penting implementasi dari acara itu adalah menutup Dolly dan Jarak. “Seperti di Sememi, Klakahrejo, semuanya dimulai dari deklarasi dulu,” tandasnya.

Sementara itu, puluhan warga Dolly dan Jarak ngeluruk DPRD Surabaya. Mereka menanyakan perihal hearing yang sempat tertunda dua kali. Ditemui Masduki Toha di ruang Komisi D, mereka meminta agar hearing yang sudah tertunda pada Senin (9/6/2014) dan Jumat (13/6/2014) segera dilakukan. Bahkan, mendesak supaya digelar Selasa (17/6/2014).

“Kalau Selasa, ndak ada hearing terus kapan lagi, Rabu (18/6) udah ditutup,” ucap salah satu perwakilan warga.

Mendengar keluhan itu, Masduki menerangkan pada Jumat (13/6/2014) gagal dilakukan karena kepala dinas yang diundang menemui Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi bersama Walikota Surabaya. Karenanya, dengar pendapat ditunda sebab pada hearing pertama tidak bisa dilakukan tanpa kehadiran kepala dinas.

“Nanti kami akan rapat internal gimana langkah selanjutnya, kami bukan nunda-nunda, tapi kepala dinas terkait tidak bisa hadirr lagi,” katanya. (tur)