28/03/2024

Jadikan yang Terdepan

Dua Wanita Harapan di eks Lokalisasi Sememi Positif HIV-AIDS

awas HIV-AIDSSurabaya, KabarGress.Com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya, pada Sabtu (31/5/2014) lalu menggelar operasi yustisi di bekas lokalisasi Moro Seneng, Sememi. Dari operasi tersebut, ditemukan 26 wanita harapan di Wisma Srikandi dan Wisma Sriwijaya.

Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Irvan Widyanto, menegaskan bahwa sebagai institusi penegak Peraturan Daerah (Perda), Satpol PP tetap melakukan pengawasan rutin terhadap bekas lokalisasi di Surabaya yang sudah dialihfungsikan.

Pengawasan tersebut untuk memastikan bahwa tidak ada lagi aktivitas prostitusi. Sebab, jelas Irvan, di Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 1999 tegas dinyatakan tentang larangan menggunakan bangunan dan tempat untuk perbuatan asusila serta pemikatan untuk melakukan perbuatan asusila di Surabaya.

“Bila ternyata masih ada praktek, berarti jelas melanggar Perda,” tegas Irvan ketika jumpa pers, di kantor Bagian Humas Kota Surabaya, didampingi Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Sosial dan Kepala Bagian Humas Kota Surabaya.

Dijelaskan Irvan, untuk melakukan kegiatan pengawasan terhadap bangunan bekas lokalisasi yang sudah dialihfungsikan, pihaknya memiliki banyak cara. Diantaranya dengan melibatkan Satpol PP di masing-masing kecamatan. Selama ini, merekalah yang menjadi ujung tombak karena cakupan luas wilayah Surabaya. Seperti pada razia di Sememi.

Termasuk juga melakukan operasi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan wanita harapan merupakan salah satu penyandang. Dan pada setiap minggu, Satpol PP juga melakukan razia dengan menyisir jalan-jalan ataupun di pinggiran sungai. Karenanya, Irvan menyangkal tudingan yang menyebut pihaknya longgar dalam melakukan pengawasan di Sememi dan juga eks lokalisasi lainnya di Surabaya yang sudah dialihfungsikan.

“Itu yang bisa kita lakukan. Pada malam minggu kita juga menyisir ke berbagai tempat yang terkait Rumah Hiburan Umum (RHU) dimana kami masuk sebagai anggota bersama Disbupdar,” jelas mantan Kabag Pemerintahan Kota Surabaya ini.

Operasi yustisi tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pemeriksaan kesehatan terhadap ke-26 wanita harapan. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rahmanita, mengatakan pihaknya langsung melakukan pemeriksaan HIV terhadap 26 orang wanita harapan yang terjaring razia di eks lokalisasi Sememi pada Sabtu (31/5/2014) lalu. Dari pemeriksaan tersebut, dua orang dinyatakan positif HIV. Selain melakukan pengobatan IRV, Dinkes juga melakukan penyuluhan dan pendampingan.

“Untuk memotong penularan HIV, kami mengimbau agar mereka (dua PSK yang positif HIV) untuk tidak lagi praktek di tempat (lokalisasi) lainnya,” tegas Febria Rahmanita.

Dijelaskan Febria, berdasarkan Perda Nomor 4 tahun 2013 Pasal 15, bahwa setiap orang yang positif HIV, dilarang melakukan tindakan yang patut diketahui dapat menularkan atau menyebarkan infeksi HIV pada orang lain.

Dan di pasal 41, setiap orang atau penanggungjawab usaha yang melanggar ketentuan seperti bunyi Pasal 15, dikenakan sanksi paling berat kurungan selama tiga bulan dan denda paling besar 30 juta. “Kami bukannya membedakan penderita HIV. Justru Perda ini melindungi penderita HIV. Tetapi juga melindungi yang belum terkena HIV,” jelas Febria.

Sementara untuk 24 orang yang dinyatakan negatif, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberikan pendampingan. Dan setelah Pemkot Surabaya berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim, disepakati bahwa ke-24 wanita harapan tersebut dikirim ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) di Kediri untuk mengikuti pelatihan.

“Kami koordinasi dengan Pemprov karena kebanyakan dari luar kota. Dua orang yang positif HIV itu juga berasal dari Kota Malang,” sambung Febria.

Sementara Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya, Supomo, menjelaskan bahwa tidak ada dana kompensasi untuk wanita harapan di lokalisasi Sememi yang tidak tepat sasaran seperti yang diberitakan di media. Dia menjelaskan, Dinsos Kota Surabaya sudah melakukan pendataan selama delapan kali. Tapi tidak berhasil. Baru pada pendataan kesembilan, Dinsos bisa mendata 95 orang.

“Data itu valid. Kalau 26 orang itu tidak mau didata, pemikiran mereka kalau tidak mau didata dan tidak menerima uang maka lokalisasi tidak ditutup, padahal itu keliru. Bahwa kita melakukan penutupan karena ada Perda yang menyatakan bangunan dilarang sebagai tempat asusila. Jadi tanpa menerima itupun, lokalisasi akan tetap ditutup,” jelas Supomo.

Menurut Supomo, stimuli pemberian modal kepada para wanita harapan itu merupakan upaya agar mereka bisa bekerja lebih baik setelah meninggalkan pekerjaan lamanya. Ke depannya, Dinsos Kota Surabaya akan berupaya melakukan pendataan kembali kepada mereka yang sebelumnya menolak didata.

Namun, terkait pendataan ulang tersebut, mantan Camat Kenjeran ini tidak bisa memastikan apakah anggaran dari Kementrian Sosial (Kemensos) akan bisa cair. “Karena yang punya duit kan Kemensos. Misalkan kami sudah mendata lalu kami kirim ke Kemensos yah tergantung mereka apakah masih mencairkan atau tidak,” jelas Supomo. (Tur)