23/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Stunting Makin Genting, Butuh Problem Solving

Oleh Reni Rosmawati
Ibu Rumah Tangga

Masalah kemiskinan dan stunting hingga kini masih menjadi masalah krusial di negeri ini. Bahkan menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, kedua hal tersebut saling beririsan sebanyak 60 persen. Fenomena kemiskinan ekstrem adalah penyebab terjadinya stunting. Menurutnya, saat ini pemerintah terus berupaya mengatasi hal tersebut. Seperti dengan melakukan intervensi gizi spesifik (peningkatan gizi dan kesehatan) dan intervensi sensitif (penyediaan air bersih, MCK dan sanitasi). (MediaIndonesia.com, 17/1/2023)

Sementara itu, menurut Agus Suprapto, Deputi Bidang Koordinasi Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, untuk mencegah stunting pemerintah harus terus menggencarkan edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya pemenuhan gizi. Selain itu, pelaksanaan intervensi gizi spesifik dan sensitif pun harus tepat sasaran. (sindikatpost.com, 7/12/2022)

Indonesia Darurat Stunting

Faktanya, angka stunting (gagal tumbuh) di negeri ini sudah berada di level darurat. Media kompasiana.com (14/11/2022) mewartakan bahwa pada tahun 2018 lalu Indonesia menempati jajaran ke-5 sebagai negara penyumbang angka stunting terbesar di dunia. Faktor ekonomi dan pendidikan keluarga, telah menyebabkan sebanyak 30,8% bayi berusia 5 tahun ke bawah mengalami stunting.

Sungguh, kenyataan ini amatlah ironis. Mengingat Indonesia terkenal sebagai negeri yang subur dan kaya raya. Bahkan diabadikan dalam lagu ‘tongkat, kayu dan batu jadi tanaman.’ Hal ini menunjukkan betapa subur makmurnya bumi Nusantara ini. Namun kenapa rakyatnya mengalami stunting dan kemiskinan ekstrem?

Penyebab Utama Stunting

Jika ditelusuri, sumber penyebab terjadinya kemiskinan ekstrem yang mengakibatkan stunting di negeri ini adalah akibat penerapan sistem Demokrasi-Kapitalisme. Penerapan sistem ini telah mengakibatkan adanya ketimpangan ekonomi. Sehingga yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.

Hal ini karena kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sistem Demokrasi-Kapitalisme hampir seluruhnya tidak berpihak kepada rakyat. Dari segi pertanian misalnya, demikian banyak lahan yang beralih fungsi ke non pertanian yang dikuasai korporat sehingga para petani tak memiliki lahan untuk berproduksi. Belum lagi kebijakan impor pangan yang juga mematikan harga jual masyarakat. Akhirnya membuat ketahanan pangan negara terganggu yang tentu berimplikasi terhadap gizi masyarakat.

Di sisi lain, pendistribusian kekayaan alam dalam sistem ini pun terbukti tidak memberikan keadilan. Sebab, sistem Kapitalisme memandang bahwa kekayaan alam bebas dikuasakan kepada pihak asing dan aseng. Alhasil, para oligarki/pemilik modallah yang menikmati hasil kekayaan negeri ini, sementara rakyat hanya kebagian remahannya saja. Inilah sumber penyebab kemiskinan ekstrem melanda negeri ini.

Selain itu, penerapan sistem Demokrasi-Kapitalisme juga telah menyebabkan lahirnya berbagai perjanjian-perjanjian kerjasama luar negeri. Alih-alih menguntungkan bagi negara dan rakyat luas, adanya kerjasama ini nyatanya justru menjadikan negara terperangkap dan tidak mandiri. Kalaupun ada keuntungan, maka hanya akan mengalir pada oligarki. Sebab, negara hanya bisa tunduk dan patuh pada aturan kerjasama, entah itu merugikan atau menguntungkan.

Semua kondisi ini akan terus berlanjut selama kita masih menerapkan sistem ekonomi berbasis Kapitalisme. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah kronis ini kita membutuhkan sistem ekonomi yang kuat. Sistem ekonomi yang mampu menjadi problem solving untuk segala masalah kehidupan. Sistem itu tiada lain adalah Islam.

Islam mengatasi Stunting

Sebagai agama yang agung, Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual. Lebih dari itu, Islam adalah ideologi kehidupan.

Sejarah mencatat, selama 13 abad lamanya, Islam telah menorehkan tinta emas kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Keamanan, kesehatan dan kesejahteraan benar-benar dirasakan oleh rakyatnya secara merata. Produksi pangan melimpah dan murah. Hingga ada masa-masa keemasan yang sulit menemukan orang miskin yang kelaparan ataupun kekurangan gizi. Jika ada individu rakyat yang mengalami kekurangan, maka negara mempunyai mekanisme untuk segera mengatasinya. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab yang bersegera memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya, ketika mendapati langsung satu keluarga saja yang tidak makan dalam sehari.

Untuk mengatasi masalah stunting dan menjamin kesejahteraan rakyatnya, maka negara Islam akan menerapkan beberapa kebijakan. Di antaranya:

Pertama, negara Islam akan menetapkan setiap Muslim laki-laki yang telah balig untuk bekerja. Sebab mereka memiliki tanggung jawab menafkahi diri dan keluarganya.

Kedua, negara Islam akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk rakyatnya.

Ketiga, negara Islam akan mendorong masyarakat untuk membiasakan tolong-menolong dan saling membantu karena Syariat pun mendorong untuk banyak bershadaqah dan meringankan kesulitan orang lain. Maka jika masih ada rakyat yang kekurangan/miskin, masyarakat akan segera mengulurkan bantuannya.

Keempat, negara dan pemimpin Islam akan menerapkan sistem ekonomi berbasis syariat dan mengelola keuangan dengan prinsip Baitul Maal. Negara akan menarik zakat dan mendistribusikannya kepada delapan golongan yang berhak sebagaimana disebutkan dalam QS. At Taubah ayat 60.

Tidak seperti sistem Demokrasi-Kapitalisme yang berpeluang menimbulkan ketimpangan ekonomi, sistem ekonomi Islam hadir untuk menyejahterakan. Sebab dalam Islam ekonomi Islam kepemilikan dibagi menjadi 3 bagian. Yaitu kepemimpinan individu yang berupa lahan pertanian, ladang, kebun, dan lain sebagainya. Kepemilikan umum (seluruh harta yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yang wajib dikelola oleh negara untuk menyejahterakan rakyat dan tidak boleh dikuasakan kepada swasta/korporasi asing). Seperti jalan umum, sumber energi, tambang, hutan, dan lain sebagainya. Serta kepemilikan negara (seluruh kekayaan yang tidak berpemilik yang di dalamnya terdapat harta/bangunan milik negara).

Semua kepemilikan ini diatur sedemikian rupa untuk kemakmuran rakyat. Hasilnya akan didistribusikan lagi kepada rakyat. Berupa pendidikan dan kesehatan gratis serta seluruh harga kebutuhan pangan yang murah dan stabil. Sehingga kesejahteraan rakyat akan terjamin dan peluang terjadi stunting tidak ada lagi.

Dari sini, maka jelaslah hanya Islam satu-satunya yang mampu menjadi problem solving bagi setiap masalah kehidupan tak terkecuali kemiskinan dan stunting. Itulah sebabnya kembali kepada kehidupan Islam merupakan kewajiban dan hal paling mendesak saat ini. Karena hanya sistem Islamlah yang akan membawa rahmat bagi kehidupan. Tak hanya di negeri ini, namun juga di seluruh dunia.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.