07/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Tambah Utang, Demi Menyelamatkan Rakyat?

Oleh: Ropi Marlina, SE, M.E.Sy (Dosen Perguruan Tinggi Swasta)

Utang menjadi suatu harapan, disaat defisitnya APBN di negeri ini. Anggaran membengkak seiring dengan bertambahnya pengeluaran untuk mengatasi pandemi covid-19. Mulai dari penanganan kesehatan, pemberian bantuan langsung tunai kepada masyarakat terdampak, bahkan bantuan kepada para pengusaha atau UMKM yang ada di masyarakat. Melihat kondisi seperti itu. Menteri Keuangan Sri Mulyani harus brpikir keras untuk menstabilkan kondisi keuangan APBN. Beliau menyatakan bahwa utang merupakan salah satu instrumen untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian di masa pandemi covid-19. Pasalnya, APBN mengalami pelebaran defisit sehingga membutuhkan pembiayaan yang salah satunya bersumber dari utang. “Kenapa kita harus menambah utang, seolah-olah menambah utang menjadi tujuan. Padahal, dia (utang) adalah merupakan instrumen whatever it takes, untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian kita,” ujarnya dalam acara Bedah Buku Mengarungi Badai Pandemi, Sabtu (24/7).

Utang tampaknya menjadi angin segar untuk menyelamatkan perekonomian. Namun seiring dengan berjalannya waktu utang Indonesia akan semakin membengkak dan bisa menjadi bom waktu bagi perekonomian Indonesia. Menurut laporan World Bank pada 2021, Indonesia menempati posisi ketujuh sebagai negara pengutang terbesar di dunia. Pada akhir Desember 2020 saja, utang Indonesia tercatat sebesar Rp. 6.074,56 triliun, atau setara dengan 38,68% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sungguh Fantastis utang Indonesia sudah melebihi 6 ribu triliun. Ini artinya keadaan keuangan APBN dalam keadaan yang tidak baik. Pemerintah berdalih ini semua dalam kondisi pandemi. Namun, jauh sebelum pandemi pun Indonesia tetap menjadikan utang sebagai andalan sehingga Indonesia sudah masuk dalam situasi krisis. Bahkan di tahun 2020 ekonomi Indonesia akhirnya benar-benar terperosok ke jurang resesi.

Tercatat, di tahun 2020 saja total anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah Rp. 699,43 triliun. Namun, karena wabah makin parah, di tahun 2021 angka itu naik menjadi Rp. 744,75 triliun. Sementara di saat sama, sumber-sumber penerimaan negara alih-alih bertambah, tapi makin lama makin berkurang. Termasuk penerimaan dari sektor pajak yang nyatanya seringkali meleset dari target yang ditetapkan. Lantas, dari mana negara akan bisa memenuhi kebutuhan? Jawabannya, ya dari mana lagi kalau bukan dari utang! Itulah mengapa, pihak pemerintah tampak tak sungkan-sungkan menambah terus utang negara.

Masyarakat mempertanyakan utang yang terus bertambah dan bisa mengancam kemandirian ekonomi. fakta kerusakan yang berkepanjangan, semestinya menjadi momentum untuk melakukan evaluasi ulang, jangan-jangan memang ada yang salah dengan sistem yang diterapkan. Jangan-jangan problemnya bukan cuma pada orang, tapi karena bobroknya pilar-pilar aturan hidup yang ditegakkan. Mari kita tengok ke belakang. Secara potensi, negeri ini punya modal besar untuk menjadi negara makmur sejahtera. Potensi geografis dan geostrategis semuanya kita miliki. Sumber daya alam dan potensi sumber daya manusia begitu melimpah ruah. Tambang, energi, pertanian, hutan, laut, semuanya ada. Namun mengapa semuanya seolah tak berguna? Dari masa ke masa, alih-alih rakyat bisa merasakan kehidupan yang lebih mudah dan bahagia, malah terjerembab dalam lubang kemiskinan yang makin dalam. Bahkan hari ini kita seolah tak mampu hidup kecuali dengan mengemis atau menggadai harga diri dengan berutang! Maka, kalau bukan karena salah sistem pengelolaan, tersebab apa? Jika mau jujur, semua rezim yang pernah dan sedang berkuasa memang telah gagal mengurus rakyat melalui kepemimpinannya. Disamping itu, sistem sat ini memang sangat rusak dan merusak. Karena hanya bertumpu pada kekuatan modal dan berkhidmat pada kepentingan para pemodal. Maka tak bisa dimungkiri, sistem ini adalah alat melanggengkan penjajahan bagi negara adidaya pengusung kapitalisme global.

Sudah saatnya penduduk dunia, khususnya muslim di negeri ini melepas loyalitas mereka pada kepemimpinan kapitalisme global. Dengan cara beralih pada kepemimpinan Islam yang telah terbukti dalam sejarah telah mampu mewujudkan kebahagiaan dan kerahmatan bagi seluruh alam. Tak hanya dalam satu dua abad saja, tapi dalam kurun waktu belasan abad. Berbeda dengan sistem kepemimpinan yang eksis sekarang, sistem Islam ini tegak di atas landasan ruhiyah, bahwa kekuasaan adalah amanah, dan tanggung jawab pemimpin adalah sebagai ra’in (pengurus) dan junnah (penjaga). Yang mana pertanggungjawabannya pun tak hanya di dunia saja, tapi hingga ke akhirat. Maka dengan sifat ra’in dan junnah itulah, penguasa dalam Islam akan senantiasa memastikan rakyatnya dalam keadaan aman. Semua hak miliknya dijaga dan kemuliaannya dibela sebagaimana tuntunan hukum-hukum syara. Wallahu a’lam bish-shawab