10/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Studi Investor Global Schroders 2017: Investor Global Prioritaskan Investasi daripada Menabung dan Konsumsi

Jakarta, 23 November 2017 Sebuah survei terhadap lebih dari 22.000 investor di 30 negara memperlihatkan bahwa orang-orang memprioritaskan untuk berinvestasi di pasar (pasar modal, pasar uang atau pasar komoditas) daripada menabung di bank, membeli properti dan membeli kemewahan (seperti liburan dan mobil baru), serta melunasi hutang. Namun, orang masih mengharapkan pengembalian investasi yang tidak realistis. Ini menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan investasi. Yang menarik adalah bahwa di seluruh dunia, keinginan orang  untuk belajar lebih banyak tentang investasi sangat besar.

 

Memprioritaskan investasi daripada menabung, membeli kemewahan dan melunasi hutang

Ketika sampai pada prioritas penggunaan atas pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) di tahun depan, proporsi terbesar responden berencana untuk berinvestasi. 23% orang berniat untuk berinvestasi di efek seperti pasar saham, komoditas, obligasi atau investasi sejenis. Yang paling populer berikutnya (20%) memutuskan untuk menyimpan disposable incomemereka, baik di rekening bank (16%) atau di rumah (4%), meskipun memberikan imbal hasil rendah atau bahkan tidak sama sekali.

Melunasi hutang (termasuk hipotek) merupakan prioritas hanya sebesar 9%, kemungkinan besar karena rendahnya biaya pembayaran hutang (suku bunga).

Sumber: Schorders Global Investor Study, Juni 2017

Gambar 1. Ketika ditanya ”pikirkan disposable income yang Anda miliki (setelah Anda membayar semua tagihan bulanan dan membayar tagihan rutin), apa prioritas utama Anda untuk tahun depan?”’ Investor global menyatakan bahwa berinvestasi adalah prioritas utama mereka.

21% responden (lebih rendah dari global & Asia, 23% & 32%) melihat investasi di pasar keuangan. Juga hanya 12% yang ingin menempatkandisposable income mereka di deposito.

Namun 21% (lebih besar dari global & Asia, 13% & 13%) mencari investasi di properti.

Hal ini mungkin disebabkan oleh:

  1. Kecenderungan budaya yang kuat untuk menginvestasikandisposable income di properti
  2. Harga properti yang relatif lemah belakangan ini, membuat investor yakin bahwa penawaran properti saat ini cukup menarik

 

Perbandingan kawasan

Asia

Tren terkuat di Asia dengan negara-negara seperti China (45%), Taiwan (45%), Hong Kong (39%) dan Jepang (38%) menempatkan prioritas tertinggi untuk berinvestasi. Korea Selatan melawan tren tersebut dan lebih memilih untuk menempatkan dalam deposito (19%) atau membeli properti (16%).  Hanya (12%) yang memilih berinvestasi di pasar modal.

Eropa

Di Eropa, khususnya Swedia (29%) dan Italia (26%), jumlah investor paling menonjol. Namun, investor Prancis (16%), Rusia (18%), dan Portugal (23%) lebih memprioritaskan menyimpan uang di bank. Ini mengejutkan mengingat rendahnya suku bunga di seluruh Eropa.

Amerika

Amerika (Amerika Serikat, Kanada, Brasil dan Cile) memprioritaskan berinvestasi (19%) diatas yang lain, diikuti dengan penempatan uang ke bank (16%). Namun, negara-negara Amerika Latin lebih cenderung ingin berinvestasi di properti dibandingkan negara-negara lain di Amerika Utara.

Indonesia

Prioritas utama disposable income investor untuk tahun ke depan difokuskan pada investasi seperti pada saham, obligasi, komoditas (21%), properti (21%), penempatan deposito/menabung di bank (12%),  berinvestasi untuk pensiun (14 %).

Tabel 1. Di seluruh dunia orang memprioritaskan investasi di pasar. Tabel di bawah ini menunjukkan berbagai prioritas penggunaan disposable incomedi seluruh kawasan.

Kawasan Investasi Deposito di bank Membeli Properti Membeli kemewahan Dana Pensiun Melunasi Hutang
Eropa 20% 16% 13% 13% 10% 9%
Asia 32% 16% 13% 7% 9% 5%
Amerika 19% 16% 12% 11% 11% 11%
Lain-lain 16% 14% 14% 14% 9% 14%

 

 

 

 

Harapan pengembalian yang tidak realistis

Studi tersebut menyoroti bahwa investor memiliki ekspektasi imbal hasil yang tidak realistis. Selama lima tahun ke depan, investor global berharap untuk memperoleh pengembalian rata-rata tahunan sebesar 10,2% (8,7% di Eropa, 11,7% di Asia dan 11,7% di Amerika) meskipun indeks MSCI Worldmemberi imbal hasil sebesar 7,2% per tahun selama 30 tahun terakhir.[1]

[1] Source: Thomson Reuters, MSCI World Index, compound annual growth rate for the MSCI World on a total returns basis between 1987 and 2017,  per 22 September 2017.

Tabel 2. Investor global memiliki harapan pengembalian yang tinggi dan keinginan untuk belajar lebih banyak tentang investasi. Tabel di bawah menunjukkan perbandingan antar kawasan.

Kawasan Harapan tingkat pengembalian Keinginan belajar tentang investasi
Global 10.2% 88%
Eropa 8.7% 84%
Asia 11.7% 95%
Amerika 11.7% 90%
Lainnya 10.8% 86%

 

Harapan tingkat pengembalian yang tinggi ini menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan tentang apa yang seharusnya diharapkan dicapai secara realistis saat berinvestasi. Namun, sangat menggembirakan bahwa 95% investor ingin meningkatkan pemahaman investasi mereka.

Selama lima tahun ke depan, investor Indonesia berharap mendapatkan tingkat pengembalian tahunan rata-rata sebesar 17,1%, yang merupakan harapan tertinggi dari semua negara dan jauh lebih tinggi dari rata-rata negara di Asia (11,7%) maupun rata-rata investor global (10,2%).

Hanya satu dari enam orang (16%) yang berharap memperoleh pengembalian rata-rata sebesar 1% -9%. Mayoritas (82%) mengharapkan setidaknya 10% per tahun.

 

Kepercayaan investor

Ketika ditanya tentang pandangan geopolitik saat ini dan bagaimana hal itu mempengaruhi keputusan investasi mereka, investor memberi tanggapan beragam dan terkadang bertentangan.

Lebih dari separuh (59%) mengatakan bahwa mereka tidak ingin mengambil risiko investasi sebanyak sekarang saat ditanya bagaimana ketidakpastian saat ini seputar politik internasional/ peristiwa dunia dapat mempengaruhi investasi mereka. Namun, hampir sama banyak yang merasakan bahwa peristiwa dunia memberikan peluang investasi (57%) atau mengatakan bahwa mereka tidak membiarkan peristiwa politik atau dunia mempengaruhi tujuan investasi mereka (54%).

Mengenai bagaimana ketidakpastian saat ini seputar politik internasional/kejadian di dunia mempengaruhi investasi mereka, lebih dari setengah tidak ingin mengambil terlalu banyak risiko investasi (58%) tetapi juga mengatakan bahwa mereka tidak membiarkan peristiwa politik/dunia mempengaruhi tujuan investasi mereka (58%).

Namun, dibanding kawasan lain, investor di Asia (67%) melihat peristiwa dunia sebagai peluang investasi.

Ini dapat menunjukkan bahwa saat ini investor relatif percaya diri dan memprioritaskan investasi di pasar saat menghabiskan disposable incomemereka, tetap berhati-hati dan tidak cepat berpuas diri.

Untuk laporan lengkap Survei Investor Global Schroders 2017 silakan kunjungihttp://www.schroders.com/en/id/mutual-fund-investment/insights/global-investor-study/2017-findings/

InvestIQ

Studi di atas menemukan bahwa investor memiliki harapan imbal hasil yang tidak realistis, dapat mengakibatkan mereka mengalami kekecewaan karena gagal mencapai tujuan keuangan mereka, seperti menabung untuk pensiun. Namun, tetap ada keinginan kuat dari mereka untuk belajar lebih banyak tentang investasi.

Kami mendorong investor untuk berbicara dengan penasihat keuangan profesional untuk membantu merencanakan berdasarkan kebutuhan investasi pribadi mereka.

Bagi mereka yang ingin belajar lebih banyak tentang investasi, Schroders telah mengembangkanplatform pendidikan online, investIQ, yang menggabungkan perilaku terhadap uang dan pendidikan investasi, untuk membantu orang membuat keputusan investasi yang lebih baik dan lebih tepat. Melalui tes investIQ orang dapat menemukan kepribadian investasi mereka dan gambaran tentang bagaimana mereka membuat keputusan.

Tidak seperti investor global, alasan utama investor Indonesia berinvestasi, termasuk untuk membantu anggota keluarga dengan memberikan penghasilan saat ini atau penghasilan di masa depan, namun tidak untuk membeli sesuatu;

Setidaknya delapan dari sepuluh orang merasa penting untuk meningkatkan tabungan untuk masa pensiun di masa depan (hanya bagi yang belum pensiun) (88%) atau menambah penghasilan atau pendapatan kerja saat ini (82%).

Kebanyakan dari mereka berinvestasi untuk menyiapkan sejumlah uang saku untuk membantu anak-anak mereka di masa depan (89%), membayar uang pendidikan anak-anak/cucu mereka (87%), memberikan dukungan anggota keluarga (87%) atau membayar biaya kesehatan/biaya medis untuk mereka sendiri/sanak keluarga (83%).

Alasan: Dibandingkan dengan global, program pensiun baik yang dikelola pemerintah maupun perusahaan di Indonesia masih belum memadai, sehingga orang Indonesia harus mempersiapkan dan merencanakan masa depan dengan lebih baik. (Lin)