10/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Solusi Cerdas Atasi Kelangkaan Garam Nasional dengan Sistem Prisma Geomembrane

LamonganKabarGress.com – Indonesia langka dalam beberapa pekan terakhir. Ini fenomena yang sungguh tidak selaras dengan fakta bahwa Indonesia adalah negara maritim dikelilingi lautan. Dan lautan adalah raw material (bahan baku) dari garam.

Produksi garam harusnya melimpah dalam negeri. Banyak suara maupun pendapat bagaimana cara perbaikan atas terjadinya kelangkaan garam ini, namun belum banyak yang bergerak mengatasi akar masalahnya. Atau bahkan mengambil tindakan preventif agar Indonesia terbebas dari masalah kelangkaan garam.

Sebagai negara yang kaya akan wisata objek alam, potensi ketersediaan lautan luas mengelilingi kepulauan. Sehingga Indonesia pun memiliki iklim laut yang mampu mendatangkan hujan berkepanjangan dan bersifat lembab.

Penduduk Indonesia sangat diuntungkan oleh iklim laut ini, guna kelangsungan hidupnya. Namun, faktor hujan terus menerus di Indonesia juga sudah menjadi penghambat terbesar bagi petani garam dalam proses produksi. Sehingga produktifitas garam dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan garam nasional.

Kondisi tersebut ditangkap sebagai peluang untuk mengatasi masalah berkepanjangan tentang garam untuk dirubah menjadi peluang emas guna menambah devisa nasional.

Salah satunya memanfaatkan Sistem Prisma Garam, proyek besutan PT. Kencana Tiara Gemilang (KTG) bersama pemilik lahan di Kawasan Desa Sedayu Lawas, Kecamatan Brondong, Lamongan, bernama Aripin Jami’an. Didukung Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan beserta Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Brawijaya (Unibraw).

“Tujuan utama adalah memanfaatkan iklim laut dalam proses evaporasi garam sekaligus meningkatkan kualitas garam. Sehingga produktifitas bisa naik 3-4 kali lipat dalam setahun dengan kualitas yang jauh lebih bersih,” ungkap General Manager (GM) PT. KTG, Eliana Widijansih, Sabtu (12/08/2017).

Dijelaskan, Sistem Prisma Garam adalah modifikasi dari sistem greenhouse untuk kepentingan evaporasi air laut menjadi kristal garam dengan angin dan humiditas udara. Material Prisma Garam menggunakan plastik Geomembrane yang khusus didesain untuk kepentingan evaporasi garam yang disinyalir memiliki berbagai kelebihan.

Diantaranya, menangkap panas udara secara maksimal untuk mempercepat proses evaporasi, melindungi air tua dari resiko curah hujan yang tinggi, mengeliminasi kotoran dan debu yang menempel di kristal garam, serta menangkap uap air yang bisa dimanfaatkan untuk air minum atau agriculture di daerah kering.

“Hasil produksi garam Sistem Prisma sangat bersih dan rasa gurih alami, yang tidak bisa kita dapatkan dari garam melalui proses cuci dan giling biasa,” tandasnya.

Dalam budaya petambak garam, ada sebuah kerugian yang dilupakan saat musim hujan. Bahan baku terbuang sia-sia hingga ratusan kilo gram bahkan mencapai angka ton.

“Itupun belum merubah pola kerja mereka. Dengan Sistem Prisma, kita hanya menyikapi satu fikiran saja, air tua jangan dibuang sia-sia,” terang Aripin Jami’an, petani garam Lamongan yang memiliki 28 Prisma/hektar dengan luas 7×7 meter persegi dan mampu menghasilkan garam 50 kilo gram garam/hari tersebut.

Mereka berharap, ke depan Indonesia mampu swasembada garam, bahkan eksport. Karena garam bisa menjadi sumber devisa negara. “Kondisi ini tentu bukan impian kosong semata, namun untuk merealisasikannya perlu kerjasama dan dukungan pemerintah, institusi pendidikan, petani garam, dan pelaku ekonomi itu sendiri,” tandas Eliana.

Sementara itu, menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tahun lalu target produksi garam tidak tercapai karena sebagian besar dipengaruhi oleh faktor curah hujan. Dari target 3,1 juta ton, Indonesia hanya mampu memenuhi 4,5 persen saja, sekitar 144 ribu ton.

Sedangkan jika dihitung menggunakan metode Prisma seluas 49 meter persegi, rata-rata per tahun jika dikelola dengan baik mampu menghasilkan garam 1.095 ton/hektar/tahun. “Paling tidak dengan memakai teknik ini, selama satu tahun para petani garam sudah bisa mencapai Break Even Point (BEP),” imbuhnya. (ro)