14/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Pakde Karwo Minta Pengurus HIPMI Perluas Jaringan Pemasaran

Surabaya, KabarGress.com – Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo meminta pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) jatim memperluas jaringan pemasaran. Ini penting sebagaiupaya penguasaan pasar dalam negeri. “Program yang disusun oleh pengurus HIPMI harus besar dan pemimpinnya harus mampu mensolidkan seluruh anggota, agar pengembangan jaringanpemasaran bisa dilakukan secara maksimal,” ujar Pakde Karwo sapaan lekat gubernur saat menghadiri acara Pengukuhan Badan Pengurus Daerah (BPD) HIPMI Jatim Masa Bakti 2014-2017 di Gedung Grahadi, Selasa (25/11).

Ia menambahkan, selain memperluas jaringan pengurus HIPMI juga perlu melakukan pembenahan infrastruktur dan suprastruktur di lingkup internalnya.Perbaikan ini diperlukan agar keputusan yang diambil bisa sesuai dengan tujuan bersama. Dicontohkan melalui pertemuan one on one antar pengusaha dalam waktu empat jam bisa menghasilkan transaksi hampir Rp. 100 milyar. “Dengan terus melakukan perbaikan maka HIPMI sebagai ujung tombak ekonomi Jatim akan mampu mewujudkan cita-cita menjadikan Indonesia negara nomor satu di dunia,” ungkapnya.

Dijelaskan, secara makro perekonomian Jatim menunjukkan kinerja yang baik, dimana tahun 2014 sampai dengan triwulan ketiga tumbuh sebesar 6,02% lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 5,11%. Struktur PDRB jatim sampai dengan triwulan tiga tahun 2014 masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), sektor industri pengolahan dan sektor pertanian.

Dari data tersebut kontribusi dana pemerintah sangat kecil, hanya 5,73% terhadap PDRB Jatim dan sisanya swasta sebesar 94,27%. Hal itu menunjukkan bahwa besaran PDRB di Jatim merupakan kinerja masyarakat dan kinerja para pengusaha. Sedangkan pemerintah hanya menjadi stimulus untuk fasilitasi dana masyarakat, dan ini merupakan pola kinerja yang cukup bagus. “Namun dari gambaran perekonomian Jatim, sektor pertanian baru diperkiran pulih pada triwulan satu tahun 2015. Dan masih tinggginya ketergantungan impor bahan baku dan mesin,” imbuhnya.

Menurutnya, beberapa asosiasi usaha bermigrasi dari memproduksi sejumlah produk bergeser menjadi pedagang barang yang tidak diproduksi di negeri sendiri, di samping juga menghadirkan volume impor yang kian meningkat. Migrasi dari produsen menjadi pedagang ini diduga sangat tinggi. Terlihat dari indikator meningkatnya perab PHR dan pada saat yang sama sektor industri pertanian cenderung stagnan atau bahkan menurun. Indikator lainnya tampak dari terus meningkatnya belanja kendaraan bermotor, gadget, aneka elektronik dan barang-barang konsumsi lainnya. “Namun kita sendiri sulit menemukan produk dengan merek lokal,” tambahnya.

Lebih lanjut disampaikan, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah untuk memfilter masuknya barang impor. Karena dengan penduduk lebih dari 240 juta jiwa dan wilayah yang luas, jangan sampai rakyat Indonesia menjadi tamu di negeri sendiri. Selain itu juga diperlukan sertifikasi dan standarisasi produk, termasuk spesifikasi khusus bagi produk sesuai dengan karakter masyarakat indonesia. “Standarisasi yang dilakukan Jatim telah mendapatkan apresiasi pemerintah pusat berupa penghargaan standarisasi,” tuturnya.

Ia berharap, HIPMI bekerjasama baik dengan pemerintah atau melalui bank yang dimiliki Pemprov Jatim yaitu Bank UMKM. Melalui Bank UMKM para pengusaha bisa mendapatkan pinjaman lunak dengan bunga hanya 6%, dan turn offernya mingguan. Jika ada kesulitan saat pengurusan kredit para pengusaha bisa meminta bantuan lembaga Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida). “Kemudahan kerjasama ini dilakukan untuk mendukung para pengusaha muda yang menjadi ujung tombak dalam persaingan di era kawasan ekonomi asean,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Umum (Ketum) Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Raja Sapta Oktohari mengatakan, kebijakan-kebijakan telah dibuat utamanya untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akhir tahun 2015. Salah satunya adalah menciptakan pengusaha muda baru dengan target keseluruhan 3800pengusaha, dengan penyebaran 100 pengusaha baru di tiap kab/kota di Jatim. Di samping itu juga program pelatihan wirausaha melalui perguruan tingggi (PT).

Ia mengungkapkan, banyak pengusaha baru yang hanya bertahan selama lima tahun, karena tidak mendapatkan support dan bantuan dari pemerintah. Tidaklah adil jika pemerintah kota/kabupatenmemperlakukan biaya perizinan bagi pengusaha mudayang nota bene kebanyakan bergerak di sektor usahamikro dan kecil dengan pengusaha besar. “Bagipengusaha bermodal besar, biaya perizinan mungkintidak jadi persoalan. Tapi bagi pengusaha mikro,perizinan masih jadi kendala. Oleh karena itu, dalamberbagai kesempatan bertemu dengan pemerintah, kamitak bosan-bosannya agar pengusaha muda mendapatkemudahan dalam upaya mendukung investasi,”ujarnya. (hery)