14/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Monolog “Insiden Bendera” 19 September

* Persembahan Yayasan Jiwa Indah Bangsa, Komunitas Tunjungan Ikon Surabaya, Komunitas Parikan Edan Surabaya, Karang Taruna Kecamatan Genteng dan Hotel Majapahit Surabaya

* Oleh dr Ananto Sidohutomo MARS di Hotel Majapahit Surabaya, Jumat, 19 September pukul 19.00 WIB

Monolog Insiden Bendera 19 SeptemberSurabaya, KabarGress.Com – Sesaat lagi masyarakat Surabaya akan menyongsong hari penting pada tanggal 19 September 2014. Saat itu, sejatinya kita memperingati dan mengenang nilai-nilai kepahlawanan yang ditunjukkan Arek-arek Surabaya yang berani mengorbankan jiwa raganya dengan bertempur melawan Sekutu. Kisah ini dikenal sebagai pertempuran pertama-kalinya pihak Republik Indonesia melawan agresor asing yang ingin menduduki wilayah RI pada 69 tahun silam.

Kejadian ini menunjukkan bahwa Arek-arek Surabaya dari berbagai latar belakang masyarakat, pendidikan, profesi, status telah berhasil kompak untuk memberi inspirasi dan contoh kepada seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Pertempuran bendera ini diikuti pertempuran lain di seluruh wilayah RI untuk mengusir musuh, seperti pertempuran 28, 29, 30 Oktober dan 10 Nopember 1945 di Surabaya, Palagan Ambarawa, Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, Bandung Lautan Api, Pertempuran Medan Area, Pertempuran Margarana di Bali, Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang dan Pertempuran Lima Hari di Semarang.

Pertempuran ini terjadi karena pihak musuh mengibarkan bendera mereka di wilayah kedaulatan RI. Arek-arek Surabaya tidak terima dan marah, lalu bertempur, menurunkan bendera mereka, merobek warna biru dan mengibarkan Sang Saka Merah-Putih (Sang Dwi Warna). Saat itu dikenal sebagai pertempuran bendera yang selanjutnya dikenal pula dengan nama pertempuran “Insiden Bendera”. Lokasi pertempuran menaikkan bendera merah-putih itu berada di Situs Menara Bendera sisi Utara Yamato Hoteru (sekarang Hotel Majapahit) di Jl Tunjungan 65, Surabaya.

Setelah dibahas oleh komunitas Tunjungan Ikon Surabaya saat mengamen dalam car free day Tunjungan didukung oleh Yayasan Jiwa Indah Bangsa (YJIB) dan Hotel Majapahit Surabaya, direncanakanlah sebuah acara untuk mengenang momentum penting itu. Seperti yang sudah dilakukan tahun lalu untuk pertama kalinya, digelarlah kembali Monolog “Insiden Bendera” di situs tersebut. Monolog pada Jumat, 19 September 2014, pukul 19.00 dalam durasi satu jam itu dilakukan Ananto Sidohutomo, dr, MARS yang juga dikenal sebagai tokoh seni dan budaya Surabaya.

Monolog oleh Ananto yang juga sastrawan di Situs Menara Bendera sisi Utara Hotel Majapahit itu memiliki tantangan ekstrem. Menara Bendera itu sendiri terletak di ketinggian lebih 20 m dpl (dari permukaan laut), memiliki ruang gerak (block) hanya 0,8m X 2m, serta berangin kencang. Ketinggian dan sulitnya mempertahankan posisi berdiri tentu menimbulkan perasaan gamang. Ananto mengakui beratnya tantangan melakukan monolog tersebut.

”Monolog sebagai bagian dari seni peran teater saja sudah merupakan tantangan berat tersendiri, paling tidak harus dapat mengalahkan diri sendiri untuk melakukannya, apalagi dilaksanakan di medan yang ekstrem tinggi seperti itu, perlu pengamanan ekstra”.

Sebagai gambaran penampilan monolog yang sama oleh dr Ananto setahun lalu, hasil dokumentasi para fotografer baik penghobi, professional dan media, arah kibaran bendera berubah terus hingga menghadap ke lima arah. Dari rekaman video juga dapat disaksikan gerak refleks yang harus dilakukannya ketika terpaksa berpegangan pada tiang bendera karena hembusan angin kencang yang menerpa tubuh. “Karena itu selain harus menguasai materi monolog itu sendiri kru juga memperhatikan betul faktor keamanan di area monolog agar pergelaran lancar dan sukses. Ini tantangan yang makin membuat saya semangat melakukannya,” katanya.

Tentang komitmen melakukan monolog tersebut, Ananto menjelaskan jika niat utama menggelar acara ini adalah untuk membangkitkan kembali nilai-nilai kepahlawanan, semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang berprinsip mempertahankan NKRI dan Pancasila. “Selain itu juga mentransformasikan nilai-nilai keindahan dari perjuangan, kerelawanan, dan patriotisme Arek-arek Surabaya. Momen ini harus terus diingatkan kepada generasi sekarang dengan berbagai cara agar makin dimaknai nilainya, sehingga ke depannya juga tetap akan terpatri di hati masyarakat,” terang suami dari dr Etty HK, SpPA itu.

Bila dikaitkan dengan sejarah bangsa, Ananto mengatakan jika kita dan generasi penerus perlu belajar dari sejarah yang benar dan apa adanya. “Sebab bila keliru memaknai sejarah, kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang maju. Hanya bisa berkali-kali tergelincir dan jatuh di lubang yang sama. Musuh terberat kita bukan yang dari luar sana, melainkan dari dalam diri kita sendiri,” katanya. Saat monolog, bapak empat anak ini didukung penampilan beberapa musisi muda seperti Muhammad Alim A yang saat usia 15 tahun telah menciptakan lagu Ibu Pertiwi, Fileski (biolist musikalisasi puisi), Rachmad Utojo S (seniman), Deanandya dan Arif A. Mereka memainkan komposisi baru dan berkolaborasi dengan Ananto.

Atas terselenggaranya acara ini, Ketua Panitia Bobbin Nila PY, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung. Terutama pihak Hotel Majapahit Surabaya yang sudah dua kali menyilakan lokasi bersejarahnya menjadi ajang pergelaran yang bernilai sejarah itu. “Saya mengimbau pada Arek-arek Surabaya untuk ikut datang menyaksikan acara sekaligus mengenang pertempuran “Insiden Bendera” di Jl Tunjungan. Jika tak keberatan kami mengharapkan untuk membawa bendera atau atribut merah putih pada diri mereka pada saat monolog digelar,” tandasnya.

Dari jumpa pers di Ruang Bromo Majapahit Hotel Surabaya, yang dihadiri General Manager Hotel Majapahit George Hazard, pemain monolog dan ketua Yayasan Jiwa Indah Bangsa dr Ananto Sidohutomo MARS, ketua panitia Bobbin Nila PY. George menjelaskan jika pihaknya menilai acara ini sangat penting didukung oleh pihaknya sebagai lokasi riil dari sejarah yang ditampilkan dalam monolog. “Kami merasa ada antusiasme tamu-tamu hotel dengan acara ini, karena kami juga mengundang mereka menonton. Kelak meski tidak menjadi agenda resmi hotel, acara seperti ini layak didukung,” katanya. (ro)

Catatan penting:

Bendera adalah lambang negara, simbol kedaulatan dan kemerdekaan sebuah bangsa pada sebuah wilayah. Di dunia telah banyak perang yang dilakukan dengan simbol bendera yang dikibarkan di sebuah wilayah yang berhasil diduduki. Contoh pertempuran di Iwo Jima: lebih 20 ribu tentara Amerika tewas dan terluka, sedangkan 20 ribu tentara Jepang tewas. Kenangan terhadap pertempuran tersebut adalah momentum saat perjuangan mengibarkan bendera di wilayah tersebut.

Hotel Majapahit Surabaya

Berdiri sejak tahun 1910 dengan nama Oranje Hotel, menjadikan Hotel Majapahit Surabaya sebagai hotel tertua yang ada di Surabaya. Sepanjang perjalanan selama 100 tahun lebih, sudah tidak terhitung berapa banyak kejadian penting yang pernah terjadi di hotel ini, salah satunya Insiden Perobekan Bendera yang pernah terjadi pada tanggal 19 September 1945.

Sebagai bagian dari warisan sejarah kemerdekaan Indonesia, Hotel Majapahit justru sangat bangga bisa terus dilibatkan dalam acara Monolog Insiden Bendera, yang rutin dilakukan setiap tahun. George Hazard selaku General Manager Hotel Majapahit Surabaya juga mengaku bangga dengan kegiatan ini, dan berharap Monolog Insiden Bendera ini bisa menjadi wadah untuk terus mengingatkan generasi muda Indonesia, khususnya Surabaya, pada sejarah negara kita.

Hotel Majapahit sendiri masih kokoh berdiri, lengkap dengan 143 kamar, yang terdiri dari 43 Garden Terrace, 89 Executive Suite, 10 Majapahit Suite, dan 1 Presidential Suite. Sepanjang perjalanannya, Hotel Majapahit Surabaya sudah menyabet berbagai penghargaan, sebut saja National Geographic Traveler award in architecture & design pada 2009, Top 50 World Best Hotels oleh Maxx-M Magazine pada 2010, Golden Circle Award oleh Agoda pada 2011, dan Certificate of Excellence oleh Trip Advisor pada 2012, 2013 dan 2014.